Siang itu menjadi hari yang penuh semangat, bukan saja karena terik matahari yang baru muncul setelah hujan semusim lebih, atau pelonggaran now normal dari berbagai pembatasan karena pandemi, namun hari itu sorak-sorak “hidup mahasiswa” akhirnya terdengar dari depan kantor eksekutif Kabupaten Morowali.
Meski sudah pernah terjadi sebelumnya, demonstrasi mahasiswa merupakan kejadian langka yang jarang terjadi di sana. Bukan karena tak ada tuntutan atau keresahan, namun para mahasiswa kebanyakan berdialektika dengan urusannya sendiri. Demonstrasi hanya dilakukan di kota di mana mereka menempuh perkuliahan atau bahkan sama sekali tak memikirkan apa-apa.
Selasa, 21 Juli puluhan mahasiswa mendatangi kantor Bupati Morowali membawa beragam ornamen spanduk yang ditulis dengan pilox berisi penolakan, desakan, serta kemarahan. Tentu saja teriakan yang keluar dari megafon mengiringi langkah serentak mereka mendekati halaman perkantoran.
“Apa kabar nasib Pendidikan Morowali” adalah judul besar demonstrasi mahasiswa siang itu. Mereka menyebut diri sebagai Aliansi Mahasiswa Morowali Menuntut, disingkat AMM-M. Pemerintah Daerah Morowali selama ini dianggap kurang memperhatikan nasib Pendidikan masyarakatnya.
Beasiswa prestasi yang baru saja diumumkan 6 Juli kemarin dianggap mensyaratkan standar IPK yang terlalu tinggi yaitu 3,50.
“Pemerintah ini tak terlalu niat memberikan bantuan jika standarnya terlalu tinggi,” kata Koordinator Lapangan AMM-M Amrin menyampaikan orasinya.
Tak hanya itu, fasilitas yang digunakan mahasiswa Morowali yang berada di empat kota yaitu Yogyakarta, Makassar, Palu dan Kendari selama ini dianggap tak terlalu mendapat perhatian. Asrama dibiarkan tak terurus tanpa dukungan operasional yang memadai.
Paling memprihatinkan lagi, kondisi kampus PSDKU Universitas Tadulako yang jelas-jelas beroperasi di lingkungan di mana roda Pemerintahan dijalankan dibiarkan seperti kampus yang tak terurus, penggunaan lahan Gedung kampus pun masih rawan dengan sengketa.
“Kemana Pemerintah Daerah Selama ini…?” teriak Amrin.
Pasukan keamanan seperti Satpol PP dan Kepolisian sudah bersiaga mengelilingi kerumunan massa aksi yang mulai panas. Perkantoran yang terletak di Komplek Perkantoran Fonuasingko Desa Bente Kecamatan Bungku Tengah tetiba ramai. Para demonstran mendesak Bupati Morowali Taslim datang menemui mereka di hadapan massa aksi.
Buntut panjang menunggu bupati yang tak kunjung keluar, mahasiswa akhirnya memenuhi permohonan ajudan bupati untuk masuk ke dalam kantor dengan protokol pejabat; duduk dengan sopan dan berbicara dengan nada terbatas.
Meski tak terlalu diinginkan, Dialog memang selalu menjadi ujung dari demonstrasi. Mahasiswa tentu dibuat menunggu untuk beberapa menit. Saat bupati datang, aspirasi tetap disampaikan dengan nada tinggi.
“Hidup Mahasiswa” sorak-sorak massa tetap mengiringi penyampaian aspirasi di ruang ber-AC itu.
Dialog berlangsung alot, tiga tuntutan utama pun disetujui. Standar IPK diturunkan menjadi 3,00, asrama mahasiswa akan dianggarkan pada APBD tahun 2021, serta masalah Gedung Kampus PSDKU Untad akan segera diselesaikan.
“Tolong adik-adik mahasiswa sabar dan beri kami kesempatan,” terang Taslim di hadapan mahasiswa.
Demonstrasi mahasiswa selesai, massa aksi pulang berbondong-bondong. Kata Amrin, hasil hari ini akan dikawal dengan ketat hingga benar-benar terealisasi.
“Sabar bukan menjadi jalan keluar, jika Pemerintah Daerah Morowali tak membuktikan omongannya, kita akan aksi dengan jumlah massa yang lebih besar lagi, jangan buat kami marah berkali-kali…!”.
Discussion about this post