PT IMIP didemo lagi. Perusahaan tambang raksasa di Kecamatan Bahodopi ini dianggap lalai dalam memperhatikan kemajuan Pendidikan masyarakat. Tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan dalam bentuk CSR rupanya masih menjadi polemik. Konsep penyalurannya selama ini belum menyentuh apa yang menjadi kebutuhan dasar para stakeholder Pendidikan di Kec. Bahodopi termasuk para mahasiswa.
Senin, 27 Juli, puluhan mahasiswa mendatangi jalan hauling perusahaan di Desa Fatufia sejak pagi pukul 09.00. Separuh aktivitas hauling dihentikan. Sebelum massa aksi datang, gerbang besar menuju pabrik perusahaan sudah ditutup rapat dengan pengamanan berlapis.
Untuk bisa masuk ke lokasi pabrik, para mahasiswa mesti menembus puluhan polisi yang berdiri mengatur shaf di depan gerbang pagar besi setinggi 4 meter. Di belakang pagar, pasukan anti huru-hara dengan peralatan lengkap juga berbaris penuh sigap. Belum cukup, pasukan huru hara itu juga membelakangi truk 10 roda yang sengaja diparkir menutup jalan dari belakang pagar. Jumlah massa aksi tak seberapa jika dibandingkan pasukan pengamanan pagi itu.
“Perusahaan ini seperti lupa diri, sibuk mengekspoitasi alam kita tapi lupa dengan tanggung jawab mereka,” kata salah seorang orator dari mobil komando yang hanya berhenti sekitar tujuh meter dari pintu gerbang.
Massa aksi merupakan gabungan mahasiswa dari empat kota yaitu Makassar, Palu, Kendari dan Yogyakarta. Aliansi Mahasiswa Kecamatan Bahodopi Bersatu (AMKBB), demikian mereka menamai diri.
Setidaknya terdapat tiga tuntutan utama dalam aksi tersebut, yaitu Pengadaan sekretariat permanen paguyuban pemuda pelajar mahasiswa Kecamatan bahodopi yang berada di empat wilayah/kota, Memberikan bantuan biaya pendidikan gratis S1, S2, dan S3, dan Pengadaan fasilitas penunjang pendidikan.
Selama ini, dana CSR sebesar Rp 7,5 miliar per tahun belum bisa mengakomodir apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di semua sektor. Dalam penyalurannya, sektor Pendidikan dan kesehatan hanya mendapatkan jatah sekitar Rp 200-250 juta. Jumlah ini sama sekali belum cukup membiayai kebutuhan mahasiswa yang berada di empat kota.
“Perusahaan tidak pernah terbuka soal jumlah profit yang mereka dapatkan setiap tahun sehingga seenaknya mengeluarkan besaran anggaran CSR yang bagi kami tidak sesuai, sehingga tak pernah cukup membantu memajukan pendidikan di Kecamatan Bahodopi,” ujar perwakilan mahasiswa Resyaldi.
Anggaran sekretariat mahasiswa yang diterima sebesar Rp 50 juta pada tahun sebelumnya tak lagi diturunkan, akibatnya organisasi mahasiswa harus terkatung-katung sekedar mencari tampat berkumpul di kota masing-masing. Pihak Humas PT IMIP yang pernah mendatangi mahasiswa di setiap kota masing-masing untuk melakukan audiensi menampung aspirasi mahasiswa rupanya hanya kunjungan formalitas yang tak menghasilkan apa-apa.
Setelah melakukan orasi selama hampir tiga jam, pihak manajemen PT IMIP tak kunjung menemui mahasiswa, aksi dorong-dorongan dengan pihak keamanan sempat terjadi. Pihak pemerintah Kecamatan Bahodopi dan Pimpinan Kepolisian/TNI sempat kalang kabut dibuatnya, permintaan audiensi tak diterima mahasiswa jika pihak manajemen perusahaan yang memiliki kapasitas tak dihadirkan.
Di hadapan massa aksi, tak satupun pihak manajemen perusahaan yang datang, yang terlihat hanyalah Forum Komunikaasi Pemerintah Kecamatan (Forkopimcam) . Mereka seperti mendemo perusahaan yang absurd tak bermata dan bertelinga. Teriakan orator mulai parau, permintaan Forkopimcam akhirnya diamini setelah negosiasi panjang.
Perwakilan mahasiswa dimediasi untuk bertemu dengan pihak perusahaan yang tidak lain adalah divisi Humas yang itu-itu saja. Sementara mobil komando dan sebagian besar massa aksi tetap bertahan di depan gerbang perusahaan.
Di kantor camat, diskusi mengenai tuntutan mahasiswa berlangsung alot. Kepala divisi Humas PT IMIP Thomas Deni Bintoro hanya bisa menggaransikan pertemuan antara pimpinan perusahaan dengan camat untuk mengkonkretkan solusi dari tuntutan mahasiswa.
“Posisi saya ini susah, saya masih harus berkomunikasi dengan pimpinan perusahaan, saya akan berusaha melakukan yang terbaik,” ujar Deni.
Ia menjelaskan, pihak perusahaan sebenarnya telah mempersiapkan berbagai konsep untuk membantu memajukan SDM masyarakat Kecamatan Bahodopi. Sekretariat permanen, beasiswa prestasi, dan fasilitas penunjang lainnya masih sedang dirancang oleh pihaknya.
Namun, secara teknis, apa yang dijelaskan Deni sekilas belum bisa mengakomodir kebutuhan realisitis Masyarakat Bahodopi, kata perwakilan mahasiswa Edi Santoso konsep tersebut masih perlu dikaji ulang.
“Jika yang ada Cuma beasiswa prestasi, bagaimana dengan para mahasiswa yang tidak bisa kuliah karena keterbatasan biaya, belum lagi jika beasiswa prestasi tersebut memberikan standar IPK yang terlalu tinggi,” ujarnya.
Setelah dua jam berdiskusi, kedua pihak akhirnya menemukan titik tengah. Pihak Manajemen PT IMIP dan Pemerintah Kecamatan Bahodopi diberikan waktu selama satu minggu untuk melakukan pembicaraan dan segera memberikan kepastian mengenai tuntutan mahasiwa.
“Jika dalam satu minggu tuntutan kami tidak dipenuhi, kapasitas pemerintah kecamatan patut dipertanyakan, dan tentu saja kami akan demo lagi,” ujar Edi usai mengumumkan hasil pertemuan di hadapan massa aksi.
Pukul 14.00 massa aksi meninggalkan lokasi. Keputusan akan ditunggu dalam satu pekan kedepan atau hingga Selasa, 4 Juli.
“Paling tidak, mencairkan dana sekretariat yang sifatnya sementara adalah harga mati yang harus dipenuhi,” tegas Edi.
Discussion about this post