Perayaan HUT Morowali ke-20 yang meriah dan disuguhi banyak perlombaan berhadiah jutaan rupiah pada Desember dua tahun lalu menarik euforia masyarakat untuk turut berpartisipasi. Sebagai kabupaten yang masuk dalam C-20 atau kabupaten dengan PDRB tertinggi se-Indonesia, Morowali patut berbangga diri sebab bisa melesat menjadi daerah yang dilirik oleh banyak investor berkat kekayaan sumber daya alamnya. Sayangnya, di tengah gegap gempita yang dirasakan oleh masyarakat Morowali, sebuah kejadian memilukan pernah dialami oleh mahasiswa Morowali di Yogyakarta. Pagelaran HUT Morowali yang akan mereka adakan saat itu tidak mendapat bantuan sepersen pun dari pemerintah daerah. Alasan klise terlontar dari petinggi daerah dengan menyebut “defisit” sebagai akar permasalahan sehingga membuat pemda tidak bisa membantu.
Walhasil, sebagai bentuk kekecewaan, para mahasiswa di Kota Gudeg yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Morowali Yogyakarta (IPMMY) mengirimkan uang koin kepada Pemda Morowali. Aksi tersebut telah dimuat dalam salah satu rubrik berita di koran Sulteng. Lucunya, pemda dalam hal ini bupati merespon kejadian tersebut sebagai bentuk penghinaan hingga konon para pejabat yang anaknya kuliah di Jogja dikumpulkan oleh Pak Bupati setelah apel pagi. Wow selamat aspirasi kalian tersampaikan !
Permasalahan terkait ketiadaan bantuan untuk mahasiswa Morowali tak hanya terjadi sekali itu saja, namun sudah berulang kali terjadi. Pemerintah daerah seakan memiskinkan dirinya ketika permintaan bantuan dana dilakukan oleh mahasiswa. Persoalan tersebut juga dialami oleh seangkatan saya yang sedang menempuh pendidikan pascasarjana di salah satu universitas ternama di Pulau Jawa. Dengan maksud melakukan penelitian dengan menguji kualitas udara dan pola sebarannya akibat aktivitas pertambangan membuatnya mengirimkan proposal bantuan penelitian karena uji lab membutuhkan biaya yang mahal. Namun ia hanya bisa menelan ludah sebab proposalnya tidak di-approve dengan alasan sama yaitu defisit. “Padahal niat saya tulus eh tapi malah tidak di-support, saya akan tetap teliti, hitung-hitung beramal”, timpalnya saat menghubungi saya via aplikasi chat.
Penelitian di Morowali masih terbatas dan membutuhkan kajian dari para akademisi terkait. Pun dengan lulusan S2-S3 yang bisa dihitung jari. Narasi akademik pada setiap program kerja Pemda seharusnya melibatkan para akademisi yang memang memiliki otoritas untuk itu.
Balik lagi ke permasalahan yang dialami mahasiswa Jogja, agar kegiatan tetap berjalan mereka pun menggalang dana dengan cara mengamen selama dua hari berturut-turut dari satu warung ke warung lainnya. Selain itu, setiap mahasiswa menyumbangkan uang agar kegiatan berskala nasional tersebut dapat terlaksana kendatipun bantuan dari Pemda tidak ada. Pun dengan mahasiswa yang akan menyelesaikan studi tetap melanjutkan penelitian dengan mengandalkan beasiswa mother-father foundation aka beasiswa mama-papa yang biayanya cukup menguras kantong.
Pemberian bantuan pada organisasi daerah mahasiswa Morowali tak hanya dialami oleh mahasiswa Jogja saja, seluruh paguyuban se-Kabupaten Morowali juga mengalami hal yang sama. Setiap organda baik yang berada di kota Palu, Makassar, dan Kendari pernah mengalami pahitnya penolakan ketika meminta bantuan dana untuk menyukseskan kegiatan yang akan mereka garap. Apalagi permohonan bantuan dana untuk perbaikan asrama beserta pengadaan fasilitasnya. Tidak usah tanya karena pemda hanya akan menerima “proposal” tersebut tanpa diproses lebih lanjut. Begitu terus saja sampai monyet berubah jadi ikan !
Padahal asrama adalah salah satu aset Pemda. Anggaran perawatan/pemeliharaan dan renovasi aset Pemda tertuang dalam RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) setiap tahunnya. Namun, anggarannya tidak pernah terealisasi dan sampai ke tangan mahasiswa. Selain itu, transparansi pengelolaan keuangan Pemda tidak pernah ada. Laporan Realisasi Anggaran (LAR) tidak pernah dipublikasi sehingga kita tidak pernah tahu kemana semua saja uang Morowali selama ini.
Lalu apakah bantuan dana hibah untuk kegiataan kemahasiswaan dan penyelesaian studi tidak ada dalam APBD Morowali ?
Tentu saja ada, alokasi anggaran APBD untuk mahasiswa dimuat dalam dana hibah dan bantuan sosial. APBD ini dibahas setiap tahun sekali pada rapat akbar antara DPRD dan pemerintah untuk membahas rencana keuangan tahunan pemda yang hasilnya ditetapkan melalui peraturan daerah. Namun, kriteria penganggaran dan pedoman pemberian dana hibah dan bansos diatur dalam Permendagri Nomor 32 tahun 2011 yang telah diubah ke Permendagri Nomor 39 tahun 2012. Oleh karena itu, Pemda seharusnya mengalokasikan dana hibah tersebut sesuai peruntukannya untuk meminimalisir resiko sosial.
Memang dalam pemberian dana hibah tidak sembarangan sebab pemenuhan belanja daerah harus diprioritaskan dan harus memperhatikan kondisi keuangan daerah. Namun berkaca dari apa yang dialami oleh mahasiswa selama ini rasanya dana hibah tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Bantuan pengadaan asrama tidak ada, bantuan pelaksaanan kegiatan organda tidak ada, bantuan penyelesaian studi tidak ada, pun dengan bantuan biaya penelitian, semuanya nihil.
Jika ada penyelewangan dana hibah maupun bansos sudah tentu semua pemangku kepentingan terkait terlibat satu sama lain termasuk kepala daerah. Hal ini dikarenakan kepala daerah menjadi pengambil keputusan (making policy) yang mengetahui terkait penganggaran, pelaksanaan, evaluasi, dan pertanggungjawaban dana hibah yang bersumber dari APBD. Hayoooo apa kabar Pemda ? hehe
Dana hibah dan bansos ini sangat penting sebab menyangkut pengembangan sumber daya manusia terutama mahasiswa dan masyarakat yang aktivitas ekonominya mengalami masalah dan membutuhkan bantuan. Pemerintah harus lebih aware untuk memberikan dukungan pada anak daerah yang saat ini sedang mengenyam pendidikan. DPRD juga harus tahu diri dan melakukan tugasnya sebagai badan legislatif yang mengontrol pos-pos anggaran pada setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar anggaran tepat sasaran. Program kerja yang hanya buang-buang anggaran harusnya dikurangi dan diberikan pada proker yang lebih prioritas.
Ingat, jangan cuman bija !
Discussion about this post