Kita yang lahir diantara tahun 60-an sampai 90-an adalah generasi yang layak disebut generasi paling beruntung. Betapa tidak, kita merupakan generasi yang merasakan langsung bagaimana loncatan teknologi yang begitu menakjubkan di dunia saat ini. Sekarang usia kita dikisaran 23 sampai 50-an tahun jika menggunakan standar kehidupan kampung/desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Karena jika yang lahir dan besar di kota dan sudah maju lebih dulu berarti dia adalah mereka, bukan kita. Ckckck
Kita adalah generasi transisi atau generasi pertengahan. Itulah mengapa hanya kita yang bisa membandingkan perbedaan generasi dari jaman dulu dengan generasi masa kini. Baiklah, setidaknya ada delapan alasan kenapa generasi kita lebih indah ketimbang generasi masa kini.
Berikut alasannya,
Hal pertama, jika dipandang dari segi kesehatan, sejak kecil kita sudah terbiasa hidup sehat dengan olahraga (yang tanpa disengaja) serta berbagi waktu dengan alam (hohoho). Begini, kita adalah generasi yang paling aman dengan masa kecil yang punya tubuh sehat, Mengapa begitu? Tidak lain tidak bukan karena lompat tali, loncat tinggi, petak umpet, main kelereng, main karet gelang, sumpit-sumpitan, gasing dan masih banyak lagi yang semuanya itu merupakan permainan yang tiap hari akrab dengan kita. Dan jelas, permainan-permainan tradisional dan sederhana semacam itu tentu saja dibutuhkan bukan hanya daya tahan tubuh yang kuat, tapi juga tahan banting, iya kan?
Dan coba saja bandingkan dengan mereka yang terlahir pada generasi 2000-an. Masa kecilnya cuma dihabiskan dengan hanya satu jenis olahraga: gerakan jari-jari tangan. Dari sekian banyaknya yang bisa digerakkan pada badannya, hanya jari tangan saja yang mampu bergerak. Lewat game di gawai dengan beragam merek yang digenggam menghadap wajah mereka setiap saat.
Alasan kedua yang membuat kita sedikit lebih beruntung adalah, kitalah generasi terakhir yang pernah mempunyai kelompok atau geng, yang tanpa janji, tanpa telepon, tanpa sms, tapi selalu bisa punya waktu ngumpul untuk tertawa terbahak-bahak bersama dan menikmati malam minggu sampai pagi. Sebab kita adalah generasi yang saling memahami satu sama lain, sehingga berjanji cukup lewat hati. Yaah, kita akan berkumpul dengan sendirinya tanpa ada alasan yang tetek bengek.
Berbeda dengan masa kini, kita tetap akan berkumpul tetapi harus dimulai dari grup whatsApp atau Facebook lebih dahulu. Pun jika sudah lengkap, kita memang akan tetap tertawa terbahak-bahak, tetapi dengan lelucon yang berasal dari masing-masing gawai setiap anggota geng. Kalau tidak ada bahan lelucon dari gawai,selanjutnya sudah tidak ada ribut-ribut seperti berada dikerumunan orang-orang bisu. Situasinya selalu lebih khusyuk menatap gawai masing-masing. Kecuali bunyi jangkrik -nada pemberitahuan- dari ponsel. Menyeramkan.
Hal ketiga, generasi kitalah yang pernah merasakan nikmatnya nonton tv (ada yang layarnya hanya hitam putih) dengan senang hati secara beramai-ramai. Nonton tv adalah salah satu tempat yang bisa mengumpulkan orang-orang sampai separuh jumlah penduduk kampung untuk sekadar datang duduk bersama menikmati sajian layar kaca tv. Tidak ada perdebatan soal channel terbaik atau siapa yang harus memegang remote control. Kita hanya duduk dengan tenang dan tentram, melantai, terlentang, atau bahkan tidur jika mengantuk. Kita akan bubar jika mesin listriknya telah padam karena kehabisan bahan bakar. Begitulah kira-kira jika kedisiplinan bersanding bersama kejujuran. Damai sentosa.
Tentu berbeda dengan yang lahir pada generasi masa kini. Saat menonton tv, tidak ada lagi keramaian. Yang ada itu hanya sendiri dan sepi. Atau paling tidak, menonton tidak lagi di televisi, tetapi sudah tersedia dengan beragam genre tontonan di gawai pribadi masing-masing.
Yang keempat, romantika asmara di generasi kita sangat indah dan berkesan. Ceileh. Lewat pucuk surat-surat puitis, kita sampaikan bahasa rindu kepada pasangan kekasih. Lewat surat pula kita bisa menyampaikan perasaan jika tak berani bertemu langsung dengan si pemikat hati. Beda dengan generasi masa kini yang tidak seromantis dulu. Bagaimanapun juga, surat di carik-carik kertas tak bisa jadi barang koleksi yang sepadan dengan pesan digital yang serba praktis saat ini.
Kelima, kitalah generasi terakhir yang merasakan teduhnya suasana rumah dengan cahaya kuning lampu petromax dan lampu minyak botol yang lembut di mata. Kalau sudah waktunya tidur tiba, suasana rumah menjadi remang dan menenangkan. Tidak ada ribut-ribut sekampung saat lampu padam, juga tida ada bising suara mesin genset. Sementara masa kini sudah tersedia beragam jenis penerang, mulai lampu bolham, TL, hingga LED, pun dengan tingkat radiasi masing-masing.
Keenam, generasi kitalah yang terakhir menikmati musik dari radio dengan tape recorder menggunakan kaset yang memori penyimpanannya pakai gulungan pita. Jika ingin mendengarkan kembali satu lagu dari awal, kita harus memutar pita dengan potongan sapulidi atau dengan jari kelingking sampai pita kaset kembali ke posisi semula. Begitu pula jika ingin merekam suara. Tingkat kehati-hatiannya harus super tinggi guna mencegah terjadinya kesalahan perekaman seperti gangguan suara. Apabila terlanjur ada kesalahan, hal yang bisa dilakukan hanyalah dengan cara membeli kaset baru. Sebab belum ada fitur delete secara digital seperti yang ada sekarang ini. Dan generasi masa kini mendengar lagu cukup dengan sekali klik dan download lagu kesukaan mereka lewat internet, dengan satu tarikan napas maka tersedialah lagu tersebut.
Hal ketujuh adalah, kitalah generasi terakhir yang pernah menikmati jalan kaki berkilo-kilo meter tanpa perlu mengeluh dan berpikir ada penculik/geng motor yang membayangi perjalanan kita. Perjalanan yang panjang kita nikmati dengan senda gurau atau cerita rakyat dari para orang tua atau teman yang pandai membuat lelucon. Generasi kita juga punya selera humor dengan kelas tersendiri dibanding dengan kelas humor masa kini, akan sulit memadukan keduanya.
Hal kedelapan, generasi kita adalah generasi yang pasrah dengan hasil foto apa saja yang keluar dari tustel kamera. Karena hasil jepretan kamera hanya akan bisa dilihat jika fotonya telah dicetak. Tidak ada layar viewer seperti kamera digital masa kini. Tidak ada editan Camera 360, photoshop atau Beauty face yang tampak di hasil cetakan foto.
Begitulah kita yang sesungguhnya. Ikhlas dengan kondisi tampang yang dihasilakan dalam foto. Betul-betul generasi yang menerima dirinya apa adanya. Sekaligus terlatih menerima kenyataan, mau pahit atau manis, tetap selow. Wkwkwk
Terakhir, Kita adalah generasi yang patuh dan takut pada orang tua, lebih-lebih guru di sekolah. Meskipun kadang kala secara sembunyi-sembunyi, kita juga sedikit nakal tapi tetap banyak akal. Dicubit sedikit bisa membakar semangat kebaikan dari dalam diri kita, bukan membakar rasa angkuh kita memanfaatkan “hukum negara” yang tak pernah terbukti ada di pihak kita. Bagaimanapun kita generasi yang mau mendengar dan komunikatif terhadap orang tua dan guru di sekolah.
Memang itulah kita. Dengan segala keindahan generasi kita, mari selalu bersyukur atas nikmat yang telah kita terima ini.
Jadi, apakah Anda ada di generasi kita?
Discussion about this post