Februari berlalu, Maret hampir sampai dipenghujung. Betapa menyayat hati melihat peristiwa menularnya Virus Corona. China khususnya di Wuhan, dan negara di dunia sibuk menangani manusia yang terjangkit. Setiap detik, sosial media kita ter-update dengan berita berapa jumlah daftar manusia yang meninggal dan berapa manusia yang masih dapat bertahan hidup.
Mencengangkan! serentak seluruh dunia berjibaku, berusaha mencari solusi melewati masa-masa darurat. Semua potensi digerakan.
Para ilmuwan dunia sibuk meneliti, para dokter, tenaga medis rela meninggalkan sanak keluarga hanya untuk mengurusi manusia yang terjangkit virus, pemerintah di hampir semua negara tidak tunduk dan pasrah begitu saja meratapi nasib.
Mereka tetap menjalankan tugas kenegaraan, melindungi segenap tumpah darah bangsanya. Berikhtiar. Hanya demi satu hal, yaitu menyelamatkan masa depan kehidupan umat manusia.
Apakah ini sebentuk malapetaka bagi dunia yang semakin berkembang canggih? Inikah dampak antitesis terhadap modernitas? Sungguh tidak adil memberi justifikasi apapun ditengah keadaan yang masih semerawut ini. Memang ada benarnya, kita sedang mengalami masa yang sulit bahkan kritis.
Perekonomian di beberapa negara terancam. Sekaligus atas kejadian ini, orang paling bersahabat dengan masker, peralatan medis, dan resep dokter. Di satu pihak, komunikasi dan aktivitas sesama kita terbatas. Hanya demi kebaikan bersama.
Andai Filsuf Nietszche masih hidup, mungkin Ia tidak akan segan untuk kembali mengatakan, “Tiada lagi pegangan, Tuhan telah mati” sekaligus Francis Fukuyama perlu memikirkan kembali tulisannya tentang “Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal” beberapa dekade silam.
Covid-19 di Indonesia. Kita bisa apa?
Berapa jumlah saudara kita yang telah menjadi korban meninggal dunia atas Virus Corona? Ada berapa banyak yang kini berstatus positif? Berapa banyak yang sembuh? Silakan periksa dan ikuti setiap hari perkembangan beritanya di media massa maupun sosial media.
Tentu siapa saja akan sulit menjawab ketika ada suatu pertanyaan, entah bagaimana kondisi orang-orang yang tinggal di wilayah yang dominan warganya terdampak positif virus ini. Kematian memang tidak dapat ditebak, tapi dengan adanya virus ini di setiap hari yang berbeda, hanya dalam hitungan hari, puluhan bahkan ratusan nyawa menghilang, pemakaman bahkan tanpa diantar oleh keluarga. Namun, kita tetap sematkan doa atas duka ini dan kita tidak boleh diam!
Jadilah selalu Negara-bangsa yang kuat dan menang atas bencana atau musibah. Begitulah semangat yang selalu berapi-api dikhotbahkan pendiri bangsa ini. Tak peduli apa agama, suku, dan etnismu. Indonesia adalah kita, kita adalah Indonesia.
Ada baiknya sementara waktu kita tinggalkan debat soal kebijakan apapun yang telah diambil pemerintah. Social Distancing bahkan Lock Down sekalipun, atau apapun, yang pasti ini seharusnya mampu merayu seantero Indonesia. Bahwa keadaan ini harus dipikul bersama-sama, sebagaimana semangat persatuan Indonesia yang telah melekat.
Dunia membutuhkan peran solidaritas semua pihak, termasuk kesolidan rakyat Indonesia.
Caranya, taatlah terhadap arahan pemerintah. Sudah tidak ada lagi guna pada penyesalan. Setiap orang bergantung di pundaknya keselamatan orang-orang di sekitar. Social distancing, self carantine, menjaga kesehatan, memperhatikan lingkungan bagian-bagian yang tampaknya mudah tapi memiliki peranan penting dalam menjamin keselamatan manusia lainnya.
Sangatlah penting menyadari, bahwa menghadapi musibah ini, bukan hanya pemerintah yang sedang dimintai secara serius untuk menghentikan menularnya Virus Corona diberbagai daerah, tetapi juga peran seluruh Rakyat Indonesia sampai di pelosok negeri ini. Masih ingat konsep “Gotong Royong” puluhan tahun lalu yang pernah dibangun Soekarno? Sekarang kesadaran rakyat akan diuji. Kita berbeda tetapi tetap satu, demikian semboyan Bhineka Tunggal Ika. Nasionalisme harus dimaknai tidak sebatas teks dalam naskah teoritis. Tetapi harus hidup dalam tindakan.
Proses penularan Virus Corona mesti dipahami bukan sekadar menjadi lawan atau musibah bagi perangkat negara tetapi juga rakyat yang berdaulat atas negara ini turut merasakan luka dan dukanya. Sehingga semangat nasionalisme yang tumbuh selama ini bukan sebatas mempertahankan keutuhan negara untuk mengusir datangnya kaum kolonial tetapi telah bertransformasi diseluruh benak warga negara agar turut membantu saudara sebangsa dan se Tanah Air menanggung beban yang sama. Karena dengan begitu, semangat bernegara setiap warga negara justru akan saling mengasihi di ruang tindakan, dan berbuah kebajikan di kapal besar bernama Indonesia.
Kita akan kehabisan banyak waktu apabila sibuk saling menyalahkan. Menyerang satu sama lain. Memproteksi diri dari virus tidak hanya melalui kesehatan fisik, juga kesehatan psikis dan mental harus menjadi variabel yang mesti diperhatikan. Mari saling ingat-mengingatkan, lindung-melindungi, situasi seperti sekarang, kesadaran individualisme adalah sekutu yang ampuh melumpuhkan manusia dari peradabannya.
Discussion about this post