Demokrasi secara sederhana diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. (Putra : 2000) Negara yang menganut sistem demokrasi pada dasarnya adalah negara yang memiliki paham bahwa kedaulatan tertinggi terletak ditangan rakyat. Maka rakyat dalam hal politik memiliki hak suara dan hak bicara dalam sistem politik pemerintahannya. Indonesia termasuk negara yang menganut sistem demokrasi tersebut. Hal ini menjelaskan bagaimana rakyat dilibatkan dalam pemilihan kepala negara dan wakil rakyat sebagai bentuk representasi dari hak suara oleh rakyat dan hak bicara yang direpresentasikan dalam dialog terbuka ataupun aksi demonstrasi rakyat.
Untuk dapat menyampaikan pendapat, rakyat membutuhkan ruang yang mana istilah ini di kenal dengan ruang public. Ruang publik (public sphere) merupakan sebuah ruang yang mudah diakses tanpa batas, bebas dari tekanan kekuasaan negara dan ekonomi, di mana warga negara melakukan pembicaraan politik guna mewujudkan suatu kesepahaman bersama terkait dengan kepentingan umum yang lebih luas. Konsep dasar ruang publik ini terungkap dari pemikiran Habermas (1989). Habermas mengungkapkan sejumlah defenisi tentang ruang public, dimana ia mengatakan bahwa:
The public sphere is:
private persons making public use of their reason (Habermas 1989: 27); populated by private people gathered together as a public and articulating the needs of society with the state (Habermas 1989: 176); a realm of our social life in which something approaching public opinion can be formed (Habermas 1974: 49)
Media massa seperti televisi secara struktural memenuhi indikator dasar untuk memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan publik. Idealnya bahwa televisi dapat menjadi media ruang publik dalam menyampaikan gagasan. Namun yang terjadi adalah, media televisi terkadang masih dipengaruhi oleh ideologi pemilik media sehingga terjadi ketimpangan dan media tidak lagi berfungsi sebagai ruang publik yang memperjuangkan kepentingan publik. (Adriany, 2016)
Namun, Seiring dengan berkembangnya era konvergensi, dimana computing, communication, dan content menjadi satu kesatuan media yang utuh, maka pertumbuhan media baru menjadi tidak terhindarkan. Sebagian menganggap media baru sebagai media alternatif dari media yang ada, tetapi tidak sedikit juga yang menganggapnya sebagai ancaman, karena akan berpengaruh pada keberlangsungan media konvensional (media cetak dan elektronik). Keberadaan media baru (internet) menawarkan cara baru bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, kritik, dan gagasan. Di Internet, siapapun bebas berpendapat dan berargumen lebih bebas daripada di media konvensional. Hal ini disebabkan beragam kelebihan yang ditawarkan internet kepada penggunannya. (Zubaidi : 2011)
Internet menjadi pelopor terbentuknya ruang public baru dalam media baru. Ruang public kemudian bertransformasi kedalam bentuk digital yang kemudian lebih memudahkan rakyat dalam menyampaikan gagasannya. Internet membawa implikasi terhadap redefinisi terhadap konteks kewarganegaraan dalam ruang public. Sebelumnya dalam teori klasik, ruang public dibentuk berdasarkan kewarganegaraan yang berbasiskan pada tahan (ius soli) maupun juga darah (ius sanguinis). Namun dengan adanya cyberspace sebagai ruang public kemudian menciptakan deteroteriallisasi kewarganegaraan sehingga memunculkan basis kewarganegaraan internet (netizenship). (Jati, tanpa tahun)
Melalui internet, rakyat dalam konteks kewarganegaraan dalam media online sangat dimungkinkan untuk turut berpartisipasi dalam pemberitaan. Sehingga hal ini mengunkapkan bgaimna internet memberikan peluang untuk menjadi ruang publik baru. Dalam konteks Indonesia, aktivitas ini dapat ditemui pada media-media sosialterutama Twitter. Namun, karena konteks tulisan ini adalah media online, maka yang dibahas adalah layanan yang diberikan media online dalam hal citizen journalism berupa blog. Ada beberapa media online yang menyediakan layanan ini. Misalnya, Kompas.com terhubung dengan blog Kompasiana, Tempo.codengan Indonesiana, Detik.com dengan Detik Forum, dan sejumlah blog lain yang terkait dengan media online arus utama. Melalui blog ini warga dapat menuliskan hal-hal yang relevan sesuai dengan rubrikasi yang dibuat oleh pengelola media online. Tulisan dan gambar tersebut kemudian bisa dikomentari. Hampir sama dengan kolom komentar di bawah berita media online, komentar-komentar yang muncul berpotensi untuk menimbulkan diskusi dan perdebatan yang dengan demikian membentuk ruang publik politis. (Sanjaya, 2014)
Jelas bahwa fenomena yang terjadi di Indonesia adalah menjadikan internet sebagai ruang publik baru yang lebih memungkin orang-orang untuk slaing berdiskusi dan bertukar pikiran tanpa perlu bertemu dan berkumpul diruang tertentu. Pada akhirnya, internet menghilangkan batas ruang dan waktu bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi. Inilah yang disebut sebagai “demokrasi di era digital”.
***Penulis adalah calon magister ilmu komunikasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Discussion about this post