“Dongeng adalah medium terindah dalam tradisi lisan Nusantara”
Pramoedya Anantaa Toer
Sebelumnya, selamat hari dongeng nasional !
Dongeng atau fairy tale merupakan salah satu karya sastra lama berisi cerita khayalan (fiksi) yang kebenarannya sulit dipercayai karena menyajikan hal-hal di luar nalar. Walaupun bersifat fantasi, dongeng memiliki pengajaran nilai-nilai moral untuk membantu pembentukan karakter seorang anak.
Dongeng sendiri dibedakan atas beberapa jenis yaitu mite (dongeng tentang makhluk halus atau dewa-dewi), sage (dongeng kisah kepahlawanan tokoh tertentu), fabel (dongeng tentang kehidupan hewan), legenda (dongeng yang berhubungan dengan keadaan atau suatu peristiwa yang dipercaya melahirkan asal usul sebauh tempat atau nama suatu daerah), dan parabel (dongeng yang mengandung nilai-nilai pendidikan).
Kendati dongeng merupakan sebuah kisah fantasi yang diwariskan secara turun-temurun, namun tak jarang cerita dalam dongeng bersumber dari peristiwa yang benar-benar terjadi di kehidupan nyata.
Dahulu, ketika kehidupan manusia belum terpapar oleh teknologi seperti televisi dan gawai, dongeng menjadi sarana edukatif yang digunakan untuk menghibur anak-anak. Bahkan para orangtua memiliki tradisi mendongeng untuk menidurkan para anak-anak menjelang tidur. Kisah seperti Pinokio, Cinderela, Bawang Merah dan Bawang Putih, Loro Jonggrang, Malinkundang, si Kancil, Kelinci dan Kura-kura, serta Timun Mas adalah segelintir contoh dongeng yang lekat dengan kehidupan anak-anak zaman dahulu.
Namun, eksistensi dongeng berikut cerita-ceritanya di era kiwari perlahan mulai memudar digantikan dengan film zaman now yang lebih bombastis. Walaupun mendongeng bagi sebagian orang dianggap sebagai sebuah tindakan membuang-buang waktu, dewasa sekarang, rumah produksi film seperti Disney kembali mengangkat film berlatar dongeng seperti Frozen, Maleficent, Beauty and the Beast yang sukses mengantarkan film-film tersebut masuk dalam jajaran film terlaris sepanjang masa. Selain itu, jika dahulu cerita dongeng lebih ditujukan kepada anak-anak sekarang hampir semua golongan menyukai dan menikmati cerita tersebut.
Pada dasarnya, hampir semua kelompok masyarakat tradisional di seluruh dunia memiliki cerita dongeng, tak terkecuali etnis Bungku. Walaupun tidak memiliki kekayaan tradisi tulis selain tradisi tutur yang juga sudah mulai dilupakan, etnis Bungku memiliki beberapa carita atau cerita terkait dongeng sebagai bentuk pembelajaran bagi para anak-anak. Carita tersebut di antaranya caritano Bidadari, legenda seperti caritano Safrigadi, Mateantina, Fatu Buaeya, Fatu Pinodo, Bahomoiri, Bangka Finofali, dan Lemboduruka, sedangkan cerita fabel seperti caritano Kolopuha, caritano Ngeo, caritano Podi, caritano Poponggu, caritano Lagari, dan caritano Kalangua.
Sama seperti kebanyakan orang tua zaman dulu yang mendongeng sebelum tidur, para orang tua etnis Bungku pun demikian. Bahkan dongeng tersebut juga menjadi pengantar tidur bagi para remaja yang memiliki kesempatan untuk tidur bersama. Ada hal yang menarik ketika etnis Bungku mecarita (red: mendongeng) di mana terjadi simbiosis mutualisme atau hubungan saling mengantungkan di antara pendongeng dan orang yang didongengi.
Ketika salah seorang mecarita (bercerita), yang lainnya akan mongkumbi-kumbi (menggaruk-garuk) punggung si pendongeng dan dilakukan secara bergantian sampai mereka mengantuk kemudian tidur. Tak hanya menjelang tidur, mecarita juga kerap dilakukan ketika sebuah keluarga berada di masa senggang. Biasanya orang yang lebih tua akan mecarita sambil meminta anak-anak mongkumbi-kumbi dan mepisi-pisi (memijat). Jadi teha kenau bisa moturi, mungkin mecarita adalah salah satu opsi yang tepat.
Setiap cerita dongeng memiliki pesan moral dan nilai-nilai keluhuran serta budi pekerti yang bersifat mendidik bagi tumbuh-kembang anak. Pada etnis Bungku, salah satu cerita dongeng paling terkenal adalah Mateantina (Mate; mati dan tina : perempuan) yaitu cerita tentang tujuh pemuda yang meninggal karena memperebutkan cinta seorang putri kerajaan. Bukit Mateantina yang berada di Desa Kolono bahkan menjadi salah satu objek wisata yang kerap dikunjungi oleh para wisatawan.
Mateantina bagi kebanyakan masyarakat Bungku dianggap sebagai kisah perjuangan cinta yang romantis walaupun berujung tragis, namun pada kenyataannya inti pesan dari Mateantina adalah jangan terpedaya oleh kenikmatan dunia dan hawa nafsu karena sejatinya keduanya hanyalah kebahagiaan semu alias sesaat.
Cerita lainnya adalah caritano Bidadari (cerita bidadari) mengisahkan tentang para bidadari yang turun mebaho-baho (mandi) ke bumi melalui tangga toroue (pelangi). Konon, para bidadari tersebut mandi di sungai Mempueno yang terletak di desa Sakita, Kec. Bungku Tengah yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kekeluargaan dan memperlihatkan kebesaran Sang Pencipta.
Selanjutnya adalah cerita tentang Kalangua atau raksasa yang digambarkan sebagai sesosok besar dengan sifat jahat, curang, dan angkuh. Padahal Kalangua dikenal karena kekuatan dan keperkasaannya, namun kesombongan dan kejahatannya kemudian menjadi boomerang yang menghancurkannya. Cerita ini memiliki pesan agar kita (hah kita ?) selalu menanamkan nilai-nilai kebaikan pada diri kita sendiri maupun orang lain karena sifat dan kepribadian baik akan mengantarkan manusia mendapat kemudahan dalam hidupnya.
Berbagai penelitian telah membuktikan jika mendongeng memiliki banyak manfaat bagi tumbuh-kembang seorang anak. Murti Bunanti, seorang peneliti dan pakar sastra Indonesia mengatakan jika cerita rakyat Nusantara mengandung nilai-nilai budaya dan moral yang jauh dari isu-isu ras dan agama serta bersifat universal.
Adapun psikologi anak Indonesia, Efnie Indrianie mengungkapkan jika mendongeng pada hakikatnya berfungsi untuk membantu meningkatkan kedekatan emosional antara ibu dan anak ataupun mengembangkan perkembangan psikologis dan kecerdasan anak. Hal ini diperkuat oleh salah satu penelitian saraf yang dilakukan oleh National Institute of Child Health and Human Development, America Serikat, dipimpin oleh G. Reid Lyon, Ph.D., yang menyimpulkan bahwa mendongeng mampu memicu peningkatan perkembangan otak, logika berpikir, keterampilan berbahasa, dan mengurangi stress anak.
Hal ini disebabkan karena mendongeng memicu peningkatan hormon kortisol atau hormon stress sehingga anak bisa merasakan kenyamanan saat mendengar dongeng. Pendongeng asal Indonesia yang dikenal dengan sebutan Paman Gery pun juga menyatakan hal yang sama dan menghimbau kepada para ibu-ibu millenial agar kembali mendongeng karena mendongeng mampu memicu imajinasi, menstimulasi rasa ingin tahu, dan membantu perkembangan otak anak.
Banyak nilai-nilai kehidupan di sekitar kita (hah kita ?) yang mampu dirangkai menjadi sebuah cerita edukatif untuk mengajari anak-anak tentang sebuah arti kehidupan. Pembentukan karakter anak pada usia dini membutuhkan peran keluarga dalam hal ini orangtua sebagai madrasah pertama bagi para anak untuk belajar hal-hal dasar yang nantinya berfungsi sebagai pijakan sebelum anak memasuki kehidupan sosial di masyarakat. Usia dini adalah masa keemasan karena tumbuh-kembang seorang anak relatif cepat sehingga peletakan nilai-nilai dasar penting dilakukan.
Melihat pertelevisian Indoenesia yang kurang mendidik dan sedikitnya tayangan untuk anak-anak seharusnya menjadi pengingat jika ada baiknya kita kembali ke kebiasaan-kebiasaan dulu seperti mendongeng. Selain karena manfaatnya yang banyak bagi perkembangan kognitif anak, mendongeng juga adalah salah satu bentuk pendidikan pembentukan karakter yang lebih baik dibandingkan mengajari anak melalui teknologi. Jadi untuk kamu yang sudah memiliki anak, cobalah dongengi anakmu sebelum tidur dan bagi kamu yang belum nikah, poiya munde jek haha
Discussion about this post