“Pantario Doru Kaku Pototaha” (tunggu dulu saya mau tertawa)
Membaca kalimat pendek di atas tentu akan membawa imajinasi kita pada satu keadaan yang lucu dan mengudang tawa, itu merupakan keadaan yang dialami setiap orang dalam hidupnya, entah siapapun. Tertawa merupakan hal lumrah, suatu keadaan di mana seseorang sedang mengekspresikan rasa senang, reaksi yang tentunya disebabkan oleh suatu keadaan yang lucu. Tertawa juga bisa dimaknai sebagai pengungkapan rasa bahagia secara spontan, tertawa yang jenis tertawa seperti ini benar-benar terdapat nilai kejujuran, bukan rekayasa atas perasaan.
Bagi sebagian orang, tertawa mungkin dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja, sehingga sering kali menggangap kalau tertawa itu hal yang sia-sia. Padahal, tertawa membawa manfaat bagi kesehatan tubuh, psikis, dan otak. Dengan tertawa kita merasa lebih baik, beban pikiran berkurang (stres), pikiran lebih fresh, dan mengurangi kesedihan. Selain itu tertawa juga sebagai alat menghibur bagi sahabat kita yang sedang bersusah hati, atau galau akibat putus cinta. Dengan memberikan stimulus lewat cerita lucu, atau memperagakan sesuatu yang lucu, kita akan mudah membahagiakan orang lain dengan tertawa. Mungkin ini lebih tepatnya disebut, ‘berbuat baik melalui tertawa’, sebagaimana tertawa (bahagia) itu dapat menular.
Apakah tertawa itu selalu bernilai baik bagi orang lain? Jika tertawa itu dilakukan pada hal-hal yang positif, maka nilai kebaikan tertawa itu terletak pada keadaannya (konteks). Adakah tertawa yang tidak baik? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya membantu Anda untuk mengingat kembali sinetron Bawang Merah Bawang Putih yang ditayangkan oleh salah satu stasiun TV nasional tahun 2004-2006, atau jika mundur lagi kebelakang, ingatan kita tentu masih kuat pada film-film kolosal yang populer tahun 80-an. Anda bisa melihat tertawa yang dilakukan di atas penderitaan orang lain. Kita mungkin akan merasa iba, jengkel, marah, melihat adegan itu walaupun dilakukan dengan cara rekayasa. Tapi paling tidak, kita sedang menunjukan kepedulian pada sesuatu yang tidak layak dilakukan.
Apa pesan moral dari sinetron dan film itu? Anda bisa memberikan penilaian sendiri.
Apakah tertawa di atas penderitaan orang lain hanya ada dalam film atau sinetron? Beberapa waktu lalu, sebuah akun FB memposting seorang anak Balita yang sedang mengidap penyakit serius, sudah dua tahun Balita tersebut tidak dapat Buang Air Besar (BAB). Banyak komentar positif pada postingan itu sembari memberikan dukungan moril pada Balita dan sekeluarga, serta berharap ada uluran tangan dari pihak-pihak yang dititipkan Tuhan untuk membantu meringankan beban keluarga dan untuk kesembuhan si Balita. “Semoga cepat sembuh, aammin”, komentar singkat dari salah satu akun FB. Walaupun hanya sepenggal kalimat pendek, paling tidak kalimat itu mengisyarakatkan ada kepedulian antar sesama.
Diantara kolom komentar, tersisip satu komentar meme berbentuk gambar yang mengundang reaksi orang lain, gambar seorang anak kecil disertai kalimat ‘Pantario Doru Kaku Pototaha (Tunggu dulu saya mau tertawa)’. Disinyalir pemilik akun tersebut adalah salah satu orang terhormat di Morowali. Jika meme dianggap lelucon.
Pantaskah lelucon itu dilekatkan pada satu keadaan yang tidak sepantasnya dilakukan? Silakan menilai.
Discussion about this post