Dalam pergaulan sehari-sehari, kita barangkali sering menyepelekan kata ‘teha’. Kata yang akrab ditelinga dan lazim terucap dalam rumpun keluarga. Kata teha berasal dari Bahasa Bungku yang mempunyai arti “sepupu”. Kata ini diucapkan untuk ditujukan kepada sanak saudara yang masih mempunyai hubungan pertalian darah.
Ketika mendengar kata teha yang diucapkan oleh seseorang kepada orang lain, maka terbesit dalam pikiran kita bahwa mereka itu masih sanak famili. Kata teha juga erat kaitannya dengan keharmonisan dalam rumpun keluarga, mengandung nilai sosial dan budaya, sekaligus sebagai simbol identitas orang bungku.
Pada kata teha itu terkandung kuat hubungan semosional antara sesama. Kita dapat membayangkan jika satu rumpun keluarga berkumpul dalam satu acara keluarga, maka kata teha adalah jalan silaturahmi antar sesama. Pada keadaan seperti itu, kata teha telah mempunyai peran yang sangat kuat untuk memperkokoh nilai persaudaraan. Bahkan dapat dikatakan, kata teha adalah perekat antar sesama untuk memperkokoh nilai kemanusiaan.
Saat ini, kata teha semakin menyebar luas sampai kepada orang-orang yang bukan berasal dari suku bungku, dijadikan bahasa pergaulan baik dalam lingkup keluarga ataupun bukan. Selain itu, pada kata teha mulai terjadi pergerseran makna. Jika teha awalnya diartikan sebagai sepupu, sekarang kata teha dapat dimaknai sapaan akrab kepada teman sebaya yang bukan keluarga, terkesan menyamai kepopuleran makna kata Broo dan Guys.
Kata Teha yang sering diucapkan dan dijadikan kebiasaan dalam pergaulan sehari-sehari ini juga dapat dianggap sebagai upaya sosialisasi Bahasa Bungku. Orang lain tentu akan dengan mudah mendeteksi asal daerah kita hanya dari kata teha. Selain berfungsi untuk sapaan akrab kepada lawan bicara, kata teha juga sering dijadikan bahasa diplomasi ketika terjadi masalah kepada dua belah pihak.
Misalkan ketika terjadi kesalahan paham komunikasi, pengertian, atau adu argumen kepada lawan bicara, kata teha dapat menjembatani upaya penyelesaian masalah dan mendamaikan suasana. Bukan cuma itu, kata teha juga mengandung kekuatan primordial yang dapat mengharmoniskan hubungan dan mencairkan suasana yang kurang harmonis.
Di beberapa kasus yang sering terjadi, bahkan mungkin Anda juga mengalaminya, kata teha dapat diuji kebenarannya. Bagi Anda yang sedang merantau (kuliah dan kerja) atau sanak keluarganya berpindah tempat, kata teha selain dijadikan simbol primordialisme, juga sebagai upaya membangun keakraban antara semama.
Seorang pemuda di tanah rantau sering menggunkan kata teha untuk menyapa kawannya yang berasal dari daerah yang sama (Morowali) walaupun keduanya sama sekali tidak mempunyai hubungan kekeluargaan, tujuannya tentu untuk membangun keakraban dan kekeluargaan. Makna teha yang awalnya hanya berlaku pada lingkungan keluarga, kini bergeser ke makna yang lebih umum yaitu keluarga besar Morowali.
Bahkan tak jarang orang-orang yang bukan berasal dari Morowali juga menggunakan kata teha untuk menyapa sahabat karibnya dari Morowali, penggunaan kata teha ini juga sekaligus mengakui serta menyatakan diri sebagai bagian dari keluarga besar Morowali.
Jika kata teha dimaknai lebih dalam, maka kata teha dengan sendirinya akan menumbuhkan kesadaran bagi kedua belah pihak yang sedang salah paham untuk tidak terlalu jauh larut dalam kesalahpahaman yang mungkin dapat berujung pada pertikaian. Dalam kata teha ada kekuatan yang kita tidak sadari, ia mampu mempengaruhi psikologi manusia dari negatif menjadi positif.
Seorang teman berbeda paham dengan sahabat saya pada satu persoalan, katakanlah masalah beda pilihan pada pemilihan kepala daerah, tensi perdebatannya menurun karena dalam perdebatan itu mereka menggunakan kata teha. Padahal jika ditelusuri, mereka sama sekali tidak mempunyai hubungan darah atau kekeluargaan. Apakah karena kesadaran mereka berteman sehingga keduanya mampu mengendalikan emosi? Alasan ini mungkin saja memberikan pengaruh, tapi perlu di pahami bahwa spirit kata teha itu juga memberikan kontribusi pada upaya mendamaikan perbedaan.
Kata teha itu seperti tameng yang mencegah kedua belah pihak untuk tidak saling menghujat dan bertikai. Pada akhirnya, kesadaran pada kata teha itu akan mengantarkan kita sampai pada tingkat kesadaran yang lebih tinggi yaitu Ontade Lufu (kita semua) bahkan sampai pada titik kesadaran yang lebih universal Tepe Asa Moroso (bersatu kita kuat).`
Discussion about this post