Warganet yang hits di Instagram, pasti tak akan asing dengan sosok peri tercantik di abad ini. Yup, siapa lagi kalau bukan Mimi Peri Rapunchelle, turun ke bumi untuk mencari pasangan berkudanya, Oh Sehun (Please EXO-L jangan ngamuk karena pernyataan saya :D).
Selain dipuja akan kecantikannya yang hakulyakin, Mimi Peri juga terkenal akan kemampuan catewalk dan busananya yang anti-mainstream. Bayangkan, sandal jepit, rumput ilalang, koran, daun pisang, dan barang bekas lainnya dibuat menjadi busana yang loveable, dan pastinya hanya cocok dikenakan oleh Mimi Peri. Sungguh, melihat kreatifitasnya menjadikan saya salah satu penggemar Mimi Peri numero uno. Hehehe
Any way guys, bicara tentang putri cantik, saya lantas teringat dengan kontes kecantikan yang sering wara-wiri di layar televisi.
RCTI dan Indosiar adalah salah dua televisi yang setia menayangkan kontes kecantikan yang diikuti oleh perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia. Jika RCTI menggelar Miss Indonesia, lain halnya dengan Indosiar yang menampilkan pemilihan Putri Indonesia. Lah, terus bedanya apa? Hanya beda nama kali, ya?!
Well, keduanya sama-sama merupakan kontes kecantikan bertaraf nasional yang nantinya pemenangnya akan mengikuti kompetisi kecantikan internasional. Namun, untuk menjadi seorang Putri Indonesia wajib memiliki kriteria 3B yaitu Brain/kecerdasan, Beauty/penampilan menarik, dan Behavior/berperilaku baik.
Sedangkan Miss Indonesia lebih ke MISS, yaitu Manner, Impressive, Smart, and Social yang artinya berperilaku baik, berkesan, cerdas, dan berjiwa sosial tinggi. Kalau Miss Indonesia merupakan ajang pemilihan sosok figuratif yang nantinya dipersiapkan menjadi duta ekonomi, sosial, dan budaya di forum internasional.
Maka, Puteri Indonesia lebih kepada bagaimana melahirkan sesosok perempuan yang mampu memajukan komoditas ekspor, pariwisata, dan budaya Indonesia serta aksi sosial ke daerah yang membutuhkan bantuan. Berat yah persyaratannya, kalau begini masih mauko ikut ?
Berbeda dengan dua kontes kecantikan sebelumnya, kali ini saya hanya akan fokus membahas tentang putri pariwisata karena peran dan fungsinya dalam memajukan pariwisata serta budaya Indonesia. sebenarnya ketiganya sama-sama pemilihan “ratu sejagad”, hanya berbeda pihak penyelanggara.
Yah, sebagai orang yang memiliki basic budaya, saya benar-benar mengharapkan mereka dapat melakukan tugasnya dengan baik mengingat budaya Indonesia terutama di kampung halaman saya tercinta (Morowali) masih dipandang sebelah mata. Tinggalan sejarah yang telah berstatus cagar budaya malah dialihfungsikan dan terkesan diabaikan hingga rusak dimakan waktu.
Selain itu, anak mudanya juga tak paham dan tahu menahu (atau tidak mau paham/tahu?) akan kesenian dan kebudayaan wilayahnya sendiri. Entah itu pemerintah ataupun masyarakatnya, banyak yang menganggap kalau budaya itu tak bernilai. Sungguh miris dan pengen rasanya saya buang satu-satu tipe orang yang menggagap rendah kebudayaan ke Samudra Pasifik (Hmm.. ini mah bercanda doang. Hehehe).
Tak mudah untuk menjadi seorang ratu kecantikan. Selain mengandalkan kepintaran juga harus memiliki berbagai keterampilan seperti menguasai bahasa, memiliki attitude yang sopan nan santun, pemahaman tentang budaya Indonesia, dan juga mampu merias diri.
Saya teringat dengan teman sejurusan ketika masih berstatus mahasiswa yang punya mimpi bisa mengikuti kontes beauty pageant. Ia mempersiapkan dirinya sematang mungkin. Belajar bahasa selama 10 tahun. Tak berhenti sampai di situ, ia juga belajar di sanggar seni agar pemahamannya tentang budaya Indonesia bertambah. Namun, sayang seribu sayang, ia tidak berhasil karena tingginya hanya 1 meter kotor. Kolaro falingku (kasian temanku) 😀
Nah, terkait dengan acara bergengsi tersebut, para peserta terpilih harus kompetibel. Proses seleksinya begitu ketat agar yang menjadi jawara nantinya benar-benar yang terbaik. Namanya saja kontes kecantikan, jadi pesertanya juga harus cantik baik lahiriah maupun batiniah.
Kalau kamu mau menjadi utusan daerah saya, yang harus kamu lakukan hanya dua yaitu berparas cantik dengan postur tinggi dan konon nih ya, juga harus memiliki link dengan pemerintah daerah setempat.
Pengetahuan akan kebudayaan setempat ataupun Indonesia secara umum nomor kesekian, yang penting kamu cantik dan hits. Ya, ini serius. Jangan menganggap ini hoaks yah, informasi ini terfaktual, tajam, dan terpercaya, seperti kata salah satu eks penyiar andalan saya Jeremy Tetty.
Biasanya, mereka yang menjadi utusan cuman ditunjuk langsung mewakili kabupaten untuk mengikuti seleksi tingkat provinsi. Tapi, walaupun tidak banyak persiapan yang dilakukan, prestasi salah satu utusan Morowali tahun lalu patut diacungi jempol karena berhasil menyabet Runner Up I Putri Pariwisata Sulawesi Tengah.
Terlepas dari hal tersebut, ada hal yang membuat saya mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya tentang bagaimana cara putri pariwisata memperkenalkan budaya Morowali.
Dewasa ini, media sosial memegang kekuatan terbesar untuk menarik banyak wisatawan seperti yang banyak dilakukan oleh para Puteri Pariwisata 2012, salah satunya Renita Arlin. Tak tanggung-tanggung, ia mempromosikan pariwisata Indonesia ke tujuh Negara sekaligus. Hal yang dia lakukan adalah memanfaatkan peluang dalam setiap situasi. Ketika berlibur ke Negara lain, ia turut berpromosi dan sekaligus mengajak teman-temannya mengunjungi Indonesia.
Terkait wisata Morowali, tentunya juga potensi wisata di Morowali menjadi salah satu bagian dari peran yang harus dijalankan oleh para putri pariwisata. Rasanya jika membahas wisata Morowali tidak akan pernah terlepas dari Kawasan Konservasi Pulau Sombori. Memang, keindahannya yang sering disandingkan dengan Raja Ampat sukses memukau banyak wisatawan baik dalam maupun luar negeri untuk berkunjung ke sana. Selain itu, pemerintah daerah juga sangat gencar dalam mempromosikan spot wisata ini yang ditandai dengan pelaksanaan Festival Bajo Pasakayyang ataupun kegiatan tingkat provinsi maupun nasional.
Sayangnya, promosi wisata yang dilakukan terkesan pilih kasih. Wisata alam yang (dinilai) bisa mendatangkan banyak keuntungan saja yang akan difasilitasi, sedangkan seperti wisata sejarah-budaya terkesan dibiarkan rusak dimakan waktu. Padahal keduanya sama-sama merupakan aset wisata yang patut dijaga keberadaan dan kelestariannya. Memangnya wisata Morowali hanya Sombori saja? kan tidak!
Sebagai miano (orang) Tobungku asli, saya bahkan tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan simpel dalam waktu yang secepat mungkin, saya ambil contoh, jika ditanyakan tentang rumah adat Toraja, orang akan menjawab,Tongkonan. Lantas, kalau rumah adat Morowali namanya, apa?
Lain lagi jika ada yang bertanya apa lagu daerah Sulawesi Selatan? Saya akan menjawab lantang, Anging Mamiri. Terus, kalau lagu daerah Morowali, apa? Pakaian tradisional Makassar? Saya dengan tenang menjawab, Baju Bodo. Kalau Morowali, apa?
Dalam hati, saya bergumam, “ini saya yang bodoh karena tidak tahu kebudayaan saya sendiri lantas kemudian berargumen sok hebat atau karena pihak-pihak yang berkepentingan terkesan membiarkan generasi mudanya buta dalam memahami kearifan lokalnya”.
Entahlah. Mungkin, pertanyaan simpel di atas bagi yang berkepentingan mampu menjawabnya. Namun, masyarakat awam di luar sana apakah bisa mengetahuinya? sedari kecil saja tidak diajarkan dan diperkenalkan kebudayaan, bahkan sampai dewasa ini. Mau jadi apa generasi Morowali ini kasian ee?
Terkait peran dan fungsi, bagi siapapun yang memegang gelar putri pariwisata, seharusnya bisa lebih melakukan tugasnya sesuai kapasitasnya. Tunjukkan dirimu bahwa kamu layak dan berhak memegang mahkota putri pariwisata. Ketika telah menyabet gelar dan memakai mahkota putri pariwisata, maka tanggung jawab jangan sampai terlupakan.
Yah kalau bisanih ya, antara meng-hits-kan diri sendiri dan meng-hits-kan pariwisata harus berbanding lurus juga. Kalau sama-sama hits begitu kan enak. Lebih adil. Masyarakat bisa senang. Ya, kan?
Discussion about this post