Usai mengikuti kegiatan sertifikasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang digelar pada medio Februari lalu, Kabupaten Morowali kini memiliki TACB. Terbentuknya TACB tersebut bak oase di tengah gurun bagi pengembangan kebudayaan di Kabupaten Morowali yang sejak lama tandus nan kering tanpa kajian. Hal ini disebabkan oleh sikap apatis para stakeholder terkait yang selama ini memandang warisan budaya para leluhur Tobungku sebagai sesuatu yang madesu (masa depan suram), tak bernilai, dan ketinggalan zaman.
Somehow, everything has changed now.
Di Sulawesi Tengah, Kabupaten Morowali merupakan daerah kedua yang memiliki TACB setelah kota Palu. Keputusan untuk membentuk TACB pada dasarnya menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan setiap daerah sesuai instruksi dari UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menyatakan bahwa tiap daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota wajib membentuk TACB. Pembentukan TACB tersebut sangat penting dalam upaya mendorong percepatan penetapan Cagar Budaya sebagai warisan budaya yang berada di suatu wilayah.

Bersama 27 orang peserta dari beberapa instansi daerah seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Gianyar Bali, Kabupaten Gunung Mas, dan Kalimantan Tengah, peserta dari Kabupaten Morowali mengikuti sertifikasi Tim Ahli Cagar Budaya Pratama. Kegiatan sertifikasi tersebut berlangsung selama 4 hari mulai dari tanggal 15-18 Februari 2022.
Pada kegiatan sertifikasi yang diselenggarakan di Grand Orchardz Hotel Jakarta tersebut, Kabupaten Morowali mengirimkan delapan utusan di antaranya Nursia, S.H., M.M (Kepala Bidang Kebudayaan), Rafiudin Tengko, S.H (Tim Ahli Alat Kelengkapan DPRD Kab. Morowali Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Perundang-undangan), Asmunandar (Dosen Universitas Negeri Makassar), Annita Intaniasari Mokodongan, SST, Par., M.Hum (Pamong Budaya Ahli Muda Sulawesi Utara), Moh. Yasir, S.Kel (Koordinator Wilker Manado Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut), Alland Ferdinand Ambo, S.T (Pamong Budaya Ahli Muda Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Gorontalo), Alaudin (Daya Desa Mbokita), dan Dahniar Arsyad dari Kamputo.com.
Kelulusan para peserta yang dinyatakan kompeten termuat dalam Surat Keputusan Hasil Asesmen yang ditandatangani oleh Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi P2 Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada Kamis (24/02/2022). Berkat kelulusan tersebut, Bupati Morowali kemudian membuat Surat Ketetapan (SK) tentang Penetapan TACB Morowali dengan nomor 188.445/KEP 0109/DISDIKDA/2022 untuk kemudian melakukan tugas dan fungsinya.

Lalu, apa itu TACB? Mengapa setiap daerah harus memiliki TACB? Apa sebenarnya fungsi dan tugas mereka?
Jadi teha, TACB adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang disiplin ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi yang bertugas untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya. Bidang ilmu yang dimaksud sangat luas dan tidak terbatas tergantung dari kebutuhan daerah seperti arkeologi, antropologi, sejarah, hukum, arsitektur, seni, filologi, geologi, geografi, dan biologi.
TACB ada di tingkat nasional, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Di tingkat nasional, jumlah TACB terdiri dari 9 hingga 15 orang, di tingkat provinsi berjumlah 7 hingga 9 orang, sedangkan tingkat kabupaten/kota terdiri dari 5 hingga 7 orang. Mereka diangkat dan diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri di tingkat nasional, Gubernur di tingkat provinsi, Bupati/Wali Kota di tingkat kabupaten/kota dengan masa jabatan selama tiga tahun.
Mereka bertugas untuk mengidentifikasi dan mengkaji temuan ODCB (Objek yang Diduga Cagar Budaya) apakah masuk dalam kriteria benda Cagar Budaya atau tidak. Pengkajian yang dilakukan berupa identifikasi dan klasifikasi dari setiap ODCB yang telah didaftarkan. Hasil kaijan berupa rekomendasi tersebut kemudian diserahkan ke Bupati untuk ditindak lanjuti lebih lanjut.
Terus, bagaimana dengan daerah yang belum memiliki TACB? Apa yang mereka lakukan terhadap ODCB yang mereka miliki?
Well, ketika sebuah daerah belum memiliki TACB, maka TACB Provinsi dapat menerima dan mengambil alih tugas untuk melakukan kajian dan membuat keputusan berupa rekomendasi kepada bupati/walikota. Selanjutnya Bupati/Wali Kota akan menyampaikan hasil penetapan kepada pemerintah provinsi untuk selanjutnya diteruskan kepada pemerintah pusat.
TACB di setiap tingkatan memberikan rekomendasi peringkat Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya apabila memenuhi sejumlah syarat yang disebutkan dalam UU. TACB Provinsi memberikan rekomendasi penetapan untuk situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya yang berada di dua kabupaten/kota atau lebih sedangkan TACB Nasional memberikan rekomendasi penetapan untuk situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya yang berada di 2 provinsi atau lebih.
Jadi, apakah setiap Cagar Budaya yang telah ditetapkan dapat selamanya menjadi Cagar Budaya?
Tentu saja tidak. Setiap Cagar Budaya yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Cagar Budaya dapat dihapus apabila memenuhi kriteria tertentu. Penghapusannya pun hanya bisa dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya di tingkat pemerintah pusat/tingkat nasional.
Di Kabupaten Morowali, satu-satunya situs yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya adalah Situs Masjid Tua Bungku. Namun, penetapannya masih berlandaskan pada UU lama yaitu UU No. 5 tahun 1992 sehingga TACB yang sekarang harus kembali memperbaharuinya ke UU baru yaitu UU No. 11 tahun 2010.
Proses penetapan sebuah situs menjadi Cagar Budaya membutuhkan proses yang cukup panjang. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Amir Aminudin, S.Pd. M.M merasa bersyukur dengan terbentuknya TACB dan berharap agar mereka bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
“Ini adalah kali pertama Morowali memiliki TACB dan Alhamdulillah semua utusan bisa lulus asesmen. Semoga ini menjadi langkah awal bagi kita semua untuk bisa menjaga, memelihara, dan melindungi warisan tetua Tobungku. Kasian generasi muda kita saat ini seakan kehilangan identitasnya”, ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan, Nursia Pilu mengatakan akan mengusahakan agar TACB Morowali bisa menetapkan dua situs tahun ini.
“Kami akan berusaha agar tahun ini bisa ada dua situs yang ditetapkan karena kasian ini Morowali, cuman punya satu Cagar Budaya sedangkan banyak situs-situs lain yang segera harus ditetapkan karena kondisinya memprihatinkan sekali. Kapan tidak bergerak cepat, hilang nanti itu situs-situs,” jawabnya pada Kamputo.com melalui sambungan telepon (Sabtu,5/3).
Melansir data PPKD, saat ini tercatat 52 situs bersejarah yang tersebar di sembilan kecamatan di Morowali. Namun sayang, kondisi situs-situs tersebut dalam kondisi tidak terawat lantaran minim pemeliharaan. Selain itu, situs-situs tersebut juga terancam tergusur oleh masifnya aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan, pun masyarakat itu sendiri.
Bukankah ini sangat miris?
Discussion about this post