Kasus penyerobotan lahan secara paksa oleh perusahaan kembali terjadi di Desa Lamontoli, Kecamatan Bungku Selatan. PT Bintang Sinar Perkasa (BSP) disinyalir sebagai biang keladi penyebab rusaknya lahan perkebunan milik warga akibat alat berat excavator yang lalu-lalang membuat jalan perusahaan.
Aktivitas ilegal perusahaan tersebut diduga juga turut dimuluskan oleh pengawas lapangan bersama pemerintah desa setempat dengan cara membebaskan jalan tani masyarakat tanpa melakukan sosialisasi pada pemilik lahan terlebih dahulu.
Salah satu warga yang diserobot lahannya, Kamarudin Udin, saat dihubungi oleh Kamputo.com, Selasa (10/4/2023) menjelaskan bahwa kasus penyerobotan lahan oleh PT BSP ini sudah berlangsung sejak tahun 2017 lalu. Menurutnya pihak perusahaan sekali pun tidak mengindahkan larangan warga meskipun telah ada baliho peringatan yang dipasang di sekitar lahan perkebunan milik mereka. Padahal menurut Udin sebelumnya telah terjadi negosiasi antara pihak perusahaan dan pemilik lahan yang menghasilkan kesepakatan jika pihak perusahaan akan mengambil jarak 15 meter di sebelah kanan baliho peringatan. Namun kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan apa yang telah disepakati, pihak perusahaan malah berkhianat.
“Dorang ini ketika pemilik lahan tidak berada di kebun baru dorang ba terobos masuk dengan alibi bahwa telah terjadi miskomunikasi antara pihak kontraktor perusahaan dengan manajemen PT BSP. Saat dikonfirmasi langsung ke PT BSP, dorang minta kami tanya ke Kades dan kontraktor perusahaan karena dorang sendiri sudah serahkan ke kontraktor perusahaan. Yang aneh kenapa dorang pergi konfirmasi ke kades bukan ke kami sebagai pemilik lahan?”, kata Udin.
Aksi penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT BSP sudah terjadi selama tiga kali dari sejak pertama kali diterbitkannya IUP pada 2016 lalu. Namun kasus pelanggaran tersebut seakan dibiarkan saja oleh stakeholders terkait sehingga masyarakat harus menanggung rugi berkepanjangan.
“Dorang (red: PT BSP) ini kalau sudah selesai ba serobot lahan, dorang pergi begitu saja dan kembali lagi setahun kemudian”, jelas Udin.
Selain melakukan penyerobotan lahan, Udin juga menuturkan bahwa PT BSP pernah melakukan pemuatan batu sebanyak dua kapal tongkang pada 2018 lalu. Muatan kapal tersebut diperkirakan mencapai 500 ton per kapalnya. Padahal PT BSP bergerak di bidang pertambangan sehingga aktivitas pemuatan batu tersebut merupakan aktivitas ilegal yang seharusnya diberikan sangsi berupa pencaputan IUP.
Di kesempatan lain, salah seorang pemilik lahan yang tidak ingin disebutkan namanya juga menyebutkan bahwa PT BPS tidak memiliki AMDAL karena belum pernah sekalipun ada sosialisasi AMDAL yang dilakukan oleh pihak perusahaan kepada masyarakat. Namun, pembangunan jetty dan pembuatan jalan perusahaan terus berlanjut.
“Mengapa PT BSP ini begitu kebal? Sudah jelas-jelas dorang melakukan pelanggaran, merugikan masyarakat, merampas hak masyarakat, tapi kenapa sampai sekarang mereka masih bebas beroperasi?” ucapnya.
Sebagai informasi, PT Bintang Sinar Perkasa merupakan perusahaan pertambangan asal Jakarta Selatan yang berinvestasi di Kabupaten Morowali pada 2008 silam. Mereka diberikan izin eksplorasi oleh mantan dua periode Bupati sebelumnya, Anwar Hafid melalu SK Bupati nomor 188.45/SK.0148/DITAMBEN/2008 untuk melakukan kegiatan eksplorasi selama tiga tahun di wilayah Kecamatan Bungku Selatan pada lahan seluas 2.163 Hektar. Namun pada 2014, IUP PT Bintang Sinar Perkasa dicabut melalui 541/SK.018/DESDM/V/2014 karena dianggap melakukan banyak pelanggaran. Sayang, keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palu kemudian memenangkan gugatan PT BSP sehingga mereka bisa kembali beroperasi.
Kasus penyerobotan lahan oleh PT BSP tidak hanya sekali ini saja terjadi. Pada Mei 2018 lalu, perusahaan ini juga dilaporkan atas kasus penyerobotan lahan milik warga di tiga desa berbeda di Kecamatan Bungku Selatan yaitu Desa Buton, Desa Bakalah, dan Desa Pulau II. Pihak perusahaan dituding melakukan kegiatan eksplorasi di lahan perkebunan warga tanpa memberikan ganti rugi. Aliansi masyarakat di tiga desa tersebut kemudian membuat surat tembusan yang ditujukan kepada pemerintah pusat dan kementerian terkait dengan harapan PT BSP dapat diproses hukum.
Kini, warga Lamontoli juga melakukan hal yang sama. Laporan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak PT BSP telah diserahkan ke Polres Morowali pada Rabu (12/3/2023). Namun sampai sekarang, harapan akan sangsi pada PT BPS belum juga menemukan titik terang. PT BSP masih meneruskan pembangunan jetty dan proses produksinya. Mereka seakan kebal oleh hukum dan sangsi yang seyogyanya harus diberikan oleh pelanggaran-pelanggaran yang ada. Lantas jika sudah begini, kemana lagi mereka harus mengadu?
Discussion about this post