Sedikitnya ruang kreativitas pada bidang seni dan budaya yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali membuat Ririn Faradila, S. Farm, insan muda asal Kecamatan Bungku Tengah memutuskan untuk mendirikan sanggar tari yang diberi nama Sanggar Seni Rampeasina. Sanggar ini tak hanya didirikannya seorang, namun juga bersama almarhum pamannya yang merupakan seorang pegiat seni pada 25 Februari 2014. Sanggar ini sampai sekarang tetap setia menjadi wadah bagi kawula muda untuk belajar seni tari.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh Kamputo pada Kamis (28/12/2023), Ririn menyatakan bahwa mereka mendirikan Sanggar Seni Rampesina semata-mata dengan tujuan untuk mengangkat, memelihara, dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan daerah demi generasi ke depan.
”Generasi muda sekarang sudah tidak lagi mengetahui kesenian dan kebudayaan daerahnya sendiri. Hal ini sangat memprihatinkan sebab kita seakan sudah tidak memiliki lagi identitas sebagai orang Tobungku. Budaya daerah lain kita gaungkan sedangkan budaya daerah sendiri dilupakan”, ucap Ririn.
Sanggar Seni Rampeasina telah berdiri sejak lama, namun sanggar ini sempat vakum selama empat tahun karena adanya perombakan pengurus. Namun demikian, mereka memutuskan untuk bangkit kembali di tahun 2023. Adapun prestasi yang pernah diraih oleh sanggar ini di antaranya pernah mengikuti Pekan Budaya (2014) di Kabupaten Sigi, Parade Tari (2015 dan 2016) di Kota Palu, Festival Sail Tomoni (2015), Karnaval Budaya Ulang Tahun Sulawesi Tengah (2017), dan Juara III Tari Kreasi pada Festival Danau Poso (2023). Selain itu, mereka juga acap kali diminta untuk menjemput tamu-tamu dari Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali. Teranyar, mereka diminta untuk menjadi penampil dalam acara Karang Taruna Marsaoleh pada acara pergantian tahun.
Sayang, prestasi mereka tidak didukung dengan bantuan fasilitas dari Pemda Morowali untuk menunjang kegiatan mereka. Beruntung Sanggar Seni Rampeasina mendapatkan bantuan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia berupa uang tunai Rp 50.000.000. Bantuan itu mereka dapatkan setelah mengajukan proposal kepada Kemensos melalui Dinas Sosial Daerah Kabupaten Morowali. Dengan bantuan dana tersebut, mereka membeli alat musik tradisi berupa alat musik ndengu-ndengu dan keperluan sanggar lainnya seperti baju adat, baju tari, aksesoris tari, properti kesenian, dan speaker.
“Dengan bantuan dari Kemensos, sanggar kami mulai latihan secara rutin. Selama ini karena masih meminjam alat dari Pemda, latihan yang kami lakukan tidak maksimal. Jadi kalau mau mengikuti kegiatan seni dan budaya baik di dalam maupun di luar Kabupaten Morowali, latihannya hanya pada saat akan berangkat saja”, tutur Ririn.
Ririn menuturkan bahwa pengembangan dan pelestarian kebudayaan dan kesenian daerah membutuhkan kerja sama dan sinergitas antar para pemangku kepentingan terutama para pemilik sanggar. Hal ini mereka lakukan agar setiap sanggar memiliki kesempatan untuk menunjukan kreativitasnya. Ia juga turut mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Kepala Dinsos Morowali yaitu Bapak Arifin Lakane, S.Pd., M.Pd yang telah membantu keberhasilan proposal mereka.
“Pemda Morowali harus menyiapkan ruang kreativitas bagi para pelaku seni. Sudah sering audiensi dengan Pemda tapi hasilnya tak kunjung terlihat. Kalau selalu mengandalkan bantuan dari pihak luar kan gak mungkin. Kalau kondisi seperti ini dibiarkan terus, maka kesenian dan kebudayaan Tobungku di Morowali akan semakin hilang peminatnya”, tambahnya.
Discussion about this post