Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Morowali memang telah selesai sejak dua tahun lalu, namun konstelasi politik yang mengiringinya tak bisa dilupakan begitu saja. Saat itu, masing-masing kubu saling beradu gagasan. Kemenangan sang pemimpin terpilih tak bisa lepas dari kerja sama para tim pemenangannya, dan tentu saja janji-janji bija manis kampanye yang menghiasinya.
Dari lima calon kandidat kepala daerah yang bertarung untuk memenangkan tampuk kepemimpinan Morowali, pasangan nomor urut 01 Taslim-Najamuddin (Tahajjud) dengan jargonnya “Morowali Sejahtera Bersama” berhasil memenangkan hati rakyat Morowali. Jargon tersebut berhasil melambungkan elektabilitas keduanya sebab masyarakat memang membutuhkan kehidupan yang sejahtera. Dan pasangan Tahajjud membaca peluang itu sehingga mereka menjanjikan “kesejahteraan bersama semu” di lini kehidupan masyarakat Morowali.
Salah dua hal dari janji-janji manis pasangan ini diwujudukan melalui misi yang mereka canangkan yaitu “meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas melalui pembiayaan pendidikan GRATIS, peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, pemberian beasiswa dan penambahan sarana pendidikan guna menciptakan sumber daya manusia yang cerdas, kreatif, inovatif, dan bertaqwa”. GRATIS, mulia sekali misi mereka.
Tak pelak, program unggulan tersebut menabur simpati masyarakat terutama para golongan tua yang menginginkan anaknya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi apakah janji-janji manis itu telah terealisasi? Tentu saja belum teha, bahkan hilalnya pun sampai sekarang belum terlihat.
Benar adanya Morowali itu kaya, namun apakah seluruh masyarakatnya juga turut menikmati kesejahteraan dari kekayaan itu?
Pengalaman dalam menjalani kehidupan yang disesaki dengan berbagai ketimpangan setiap hari, itulah realitas dan kenyataan Morowali yang sesungguhnya.
Tingginya pertumbuhan ekonomi sebuah daerah bukan menjadi jaminan bahwa daerah tersebut dalam keadaan yang baik-baik saja. Dengan kata lain, distribusi pendapatan masyarakat, tingkat kemiskinan, dan jumlah pengangguran belum tentu berkurang seperti yang para elit politik sering gaungkan.
Salah satu indikator kesejahteraan bisa dilihat dari pendidikan yang mudah melalui mekanisme pemberian beasiswa. Melihat kondisi kehidupan masyarakat Morowali, pemberian beasiswa ini penting. Beasiswa membantu kesulitan dalam pembiayaan pendidikan, mengantisipasi angka putus sekolah, serta yang paling penting adalah menyiapkan dan mencetak kader Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang nantinya menjadi penunjang kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah.
Program beasiswa pendidikan merupakan program unggulan yang digagas oleh eks bupati sebelumnya, Anwar Hafid dan dimuat dalam Peraturan Bupati (Perbup) No.59 tahun 2017 tentang bantuan biaya pendidikan mahasiswa yang kurang mampu dan mahasiswa yang berprestasi. Saat itu, Anwar Hafid menilai jika pemberian beasiswa kepada mahasiswa adalah bentuk kepedulian Pemda Morowali terhadap kualitas pendidikan generasi muda. Sehingga memprioritaskan aspek pendidikan menjadi salah satu jalan untuk mencetak sumber daya yang berkualitas.
Bantuan beasiswa sangat dibutuhkan oleh mahasiswa sebab biaya pendidikan semakin mahal, tingkat perekonomian setiap orang berbeda, dan persaingan kerja kian ketat. Hal ini juga pernah diulas sebelumnya di sini, para mahasiswa yang diwawancarai mengaku beasiswa adalah kebutuhan wajib bagi para mahasiswa Morowali.
Apalagi saat ini Indonesia tengah dilanda pandemi Virus Corona Covid-19 yang menyebabkan semua sektor termasuk ekonomi berada di ujung tanduk. Aktivitas perekonomian dunia yang selama ini tidak pernah beristirahat tiba-tiba harus terhenti sementara akibat Covid-19. Kejadian ini membuat pendapatan masyarakat berkurang, bahkan sebagian orang terpaksa harus dirumahkan karena tempat mereka bekerja juga mengalami kerugian besar. Kondisi ini semakin memilukan dengan adanya kebijakan untuk stay at home atau berdiam diri di rumah selama kurun waktu ± 3 bulan sehingga membuat ekonomi masyarakat semakin terpuruk.
Hal ini semakin diperparah ketika beberapa kampus tidak memberi insentif kepada mahasiswa seperti pengurangan dan pembebasan biaya kuliah. Sedangkan di lain sisi, pendapatan masyarakat juga menurun. Kalau sudah begini, bukankah pemda harus turun tangan ? bukankah kewajiban utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya ?
Tentunya Pemda Morowali membawa tangungjawab besar karena di dalamnya tersimpan harapan-harapan masyarakat Morowali untuk menjadi lebih baik, sebagaimana tercantum dalam visinya yang mulia “Mewujudkan masyarakat Kabupaten Morowali yang Sejahtera Bersama”. Jangan sampai visi, misi, dan program unggulan yang mereka gaungkan selama ini hanya sekadar pemantik dan pemanis kepada masyarakat agar bisa terpilih. Dan ketika terpilih malah di-prank.
Kepada kawan-kawan mahasiswa Morowali, mari rapatkan barisan, kuatkan simpul. Kejelasan beasiswa adalah jawaban yang harus kita jamin untuk keberlangsungan pendidikan kita semua. Tentu saja tak semua mahasiswa dalam keadaan yang sulit dalam urusan biaya pendidikan, tapi apakah yang lain harus diam dalam kemewahan sementara kawan kita yang lain sedang terlunta-lunta untuk sekedar mengakses ruang kuliah?
“Jika hatimu bergetar dan geram setiap melihat ketidakadilan, maka kau adalah kawanku”-Che Guevara
***Penulis adalah Pengurus Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Indonesia Morowali (IPPMIM) Makassar.
Discussion about this post