Raganya memang telah pergi menuju keabadian, tetapi jiwa pergerakannya masih membara hingga saat ini. Dalam rangka memperingati 17 tahun kematian Munir, Komunitas Gubuk Baca Rakyat dan Aliansi Mahasiswa Morowali yang didukung oleh pelaku UMKM di Taman Kota Fonuasingko yaitu Kopi Senja, Kopita, Moyko Food, dan Leudaa Cafe melakukan “Malam panggung bebas ekspresi”, Sabtu (11/09/2021).
Acara tersebut bertema “Malam Menyimak Murnir” sebagai upaya untuk tetap merawat ingatan akan pelanggaran hukum dan HAM yang masih belum tuntas hingga saat ini terutama kepada Munir Said Thalib. Aktivis HAM yang vokal dalam menyuarakan ketidakadilan tersebut dibunuh dengan cara diracun dalam perjalanannya menuju Belanda pada 07 September 2004. Sampai saat ini, otak dari pembunuhannya yang keji belum juga diketahui dan diproses ke jalur hukum.
Acara dibuka dengan aksi teatrikal yang dilakukan oleh Moh. Rizcal, Rizky Alfian, dan Fahirul Yuman, ditujukan untuk menyindir matinya demokrasi di Indonesia. Mereka menyerukan protes terhadap pemerintah yang terkesan abai dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM seperti kasus Talang Sari, Marsinah, Wiji Tukul serta Munir.
Dalam kesempatan itu, Moh. Rizcal juga membacakan puisi tentang Munir dan menceritakan kasus pelanggaran HAM yang pernah ia alami pada 2018 lalu. Pria yang akrab disapa Kala ini menuturkan bahwa ia adalah korban salah pukul oleh aparat kepolisian Morowali saat Pilkada Morowali tiga tahun lalu. Kasusnya sampai saat ini tidak menemukan titik terang alias tidak diproses lebih lanjut walaupun telah dilakukan sidang satu kali.
“Apakah pemerintah peduli?” ucapnya dengan lantang.
Selain aksi teatrikal, acara tersebut juga diisi dengan aksi bakar lilin untuk mengenang para korban HAM. Inneke Dwi Fajrianti selaku ketua panitia yang dihubungi oleh Kamputo.com melalui sambungan telepon (Minggu, 9/9/2021) menuturkan bahwa acara Malam Menyimak Munir seyogyanya dapat menjadi perhatian semua pihak bahwa penegakan kasus HAM di Indonesia masih menjadi harapan semu dan sekadar janji belaka oleh para politisi.
“Para politisi dan elit politik di luaran sana hanya mengumbar janji untuk menegakan kasus HAM. Nyatanya hingga saat ini, masih banyak kasus HAM yang belum terselesaikan. Seharusnya orang-orang yang menjadi korban bisa mendapatkan keadilan”, terangnya.
Acara ditutup dengan aksi panitia mengajak seluruh pengunjung taman untuk ikut menandatangani petisi sebagai bentuk dukungan agar Pemerintah Daerah Morowali turut mendukung penuntasan kasus HAM di Indonesia. Nantinya, petisi tersebut akan dibawa ke Kantor DPRD Morowali untuk diproses lebih lanjut.
Discussion about this post