Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali melalui Dinas Pendidikan Daerah menyelenggarakan Musyawarah Adat/Seba Tobungku dengan mengusung tema “Pengembangan Nilai-nilai Kebudayaan Bungku Dalam Rangka Memperkaya Khasanah Kebudayaan Nasional”. Kegiatan tersebut dilakukan selama dua hari dari tanggal 28-29 Juni 2021 bertempat di Losmen Amanah, Desa Ipi, Kec. Bungku Tengah. Sebelum kegiatan musyawarah adat dimulai, panitia penyelenggara terlebih dahulu melakukan acara mobasa dan kunjungan ke tiga makam raja terakhir yaitu Rabbie, Razak, dan Hadie sebagai bentuk penghormatan kepada para peapua.
Acara pembukaan digelar di Gedung Serbaguna Ahmad Hadie, Kelurahan Matano. Berbagai tamu undangan turut hadir meyemarakkan kegiatan di antaranya Bupati Morowali, Ketua PKK kabupaten, Ketua DPRD, Dandim 1311, Kapolres Morowali, Kepala OPD (Operasi Perangkat Daerah) beserta kepala bidang, sekretaris dewan, anggota DPRD Morowali, Camat se-Morowali, Kepala Desa se-Kecamatan Bungku Tengah, Kepala Sekolah se-Kecamatan Bungku Tengah, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, sanggar-sanggar, paguyuban mahasiswa, paguyuban kecamatan, dan Karang Taruna se-Kabupaten Morowali.
Dalam sambutannya, Bupati Morowali mengapresiasi kinerja panitia penyelenggara Musyawarah Adat/Seba Tobungku yang telah ikut mendukung Pemda dalam upaya melestarikan kebudayaan Tobungku yang saat ini mulai terkikis.
“Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan ini adalah untuk menambah wawasan semua pihak akan keberadaan adat daerah Bungku. Melalui musyawarah adat ini, kita kembangkan nilai-nilai kebudayaan Tobungku sehingga dapat memberikan kontribusi nyata dalam membangun Kabupaten Morowali yang lebih baik, maju, dan berkembang ” ucap Taslim.
Acara pembukaan tersebut juga menghadirkan Yasher Sakita sebagai pengamat sejarah Bungku dan Haliadi, S.S., M.Hum., PhD, dosen sejarah Universitas Tadulako Palu untuk memberikan presentasi kepada tamu undangan sebagai pemantik sebelum dimulainya musyawarah adat. Yasher Sakita yang saat ini berdomisili di Kota Manado sengaja didatangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupateh Morowali untuk memberikan penjelasan terkait sejarah Tobungku. Dalam penjelasannya, beliau memaparkan data-data berupa manuskrip dan tinggalan arkeologis Tobungku yang selama ini dilupakan keberadannya. Dia menegaskan bahwa dokumen tertua untuk menelusuri Tobungku saat ini berasal dari sebuah sketsa abad ke-17 (1685) yang dibuat oleh Van der Wall. Penjelasan Yasher Sakita tersebut juga sekaligus menyanggah tulisan dari buku Sejarah Kerajaan Bungku yang menyatakan bahwa sumber tertua Tobungku berasal dari tahun 1622.
Tak hanya itu, Yasher Sakita juga memaparkan tradisi Tobungku yang sudah hilang seperti menenun (mohoru), pembuatan kain dari kulit kayu (kinafo/fuja), nohu-alu, dan kanta sebagai perisai orang Bungku di masa lalu. Pada akhir presentasinya, beliau menegaskan bahwa sejarah yang dialami oleh orang Morowali saat ini adalah sejarah yang berulang ratusan tahun lalu saat wilayah Tobungku menjadi pintu keluar masuk bagi kapal-kapal yang mencari bijih besi.
“Kita ada di mana-mana, tapi sebetulnya tidak kemana-mana”, ucapnya saat menutup presentasi.
Haliadi selaku tim penulis buku Sejarah Kerajaan Bungku juga turut memberikan presentasi. Dalam penjelasannya, beliau memaparkan bahwa Kerajaan Bungku dulunya adalah kerajaan besar yang dibuktikan dengan wilayah kekuasaan membentang dari daerah Fua-fua hingga Bungku Utara (wilayah Kabupaten Morowali Utara saat ini).
Pemukulan gong yang dilakukan oleh Bupati Morowali, Drs. Taslim bersama Dandim dan Kapolres Morowali menandai dimulainya kegiatan musyawarah adat. Dalam acara yang berlangsung selama dua jam tersebut, berbagai macam atraksi seni-budaya dari Sanggar Allutari dipentaskan seperti seni bela diri kontau, moja’i, karambangan dan tari luminda. Selain itu, permainan tradisional seperti mehule (gasing), medidingke, merembi (main tali), meloko, dan karu do’o juga dipertontonkan. Atraksi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperkenalkan kembali tradisi dari Tobungku yang saat ini mulai dilupakan karena tergerus oleh arus modernisasi.
Tak hanya itu, makanan tradisional dari wilayah Tobungku dan Menui Kepulauan juga turut dihidangkan. Makanan tradisional dari Tobungku berupa hinole, gola-gola ginta, banda-banda, sunde-sunde, roko-roko, cangkuni, sako-sako, dan onde-onde. Sedangkan makanan tradisional dari Menui Kepulauan berupa uba-uba fingkeu, ubi rebus, kanjoli, juada, finalu gandu, tolimbu gogoso, fara-fara, dan ikan garam.
Musyawarah Adat/Seba Tobungku digelar untuk untuk pertama kalinya dengan tujuan untuk membentuk Dewan Adat Tobungku yang dapat diisi oleh berbagai macam latar belakang dan usia. Sebelumnya pada 2013 lalu telah dibentuk Lembaga Adat eks Kerajaan Bungku yang di dalamnya diisi oleh turunan raja-raja Bungku, sao sio sangadji, dan sangaji hopulu kaorua. Sehingga saat ini Kabupaten Morowali memiliki Dewan Adat yang dibuat oleh Pemda Morowali dan Lembaga Adat yang diisi oleh turunan keluarga kerajaan.
Setelah acara pembukaan selesai, musyawarah adat kemudian dilanjutkan di Losmen Amanah yang diikuti oleh 70 peserta perwakilan dari semua kecamatan. Acara dibuka dengan pemaparan materi dari Kapolres tentang “Peran Adat dalam Menjalin Keamanan dan Ketertiban Masyarakat” , Dandim tentang “Hubungan Adat/Budaya dengan Ketahanan Nasional”, dan Wakil Sekretaris Badan Musyawarah Adat Provinsi Sulawesi Tengah tentang “Penguatan Peran Lembaga Adat”.
Musyawarah adat Tobungku membahas banyak hal di antaranya mentetapkan pakaian adat Tobungku, mengangkat kembali tradisi-tradisi Tobungku yang selama ini mulai ditinggalkan, pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) kabupaten, pembuatan muatan lokal sebagai sarana pembelajaran, peninjauan penamaan nama-nama jalan dan kecamatan baru yang nantinya dibentuk berdasarkan sumber sejarah, dan lain-lain.
Musyawarah adat breakhir dengan dipilihnya Drs. H. Maidhzun Ilwan Ridhwan sebagai Ketua Dewan Adat Tobungku.
Tambahan foto-foto kegiatan
Discussion about this post