“Bagi saya, menjadi guru adalah panggilan jiwa”, begitu ia menjawab saat saya menanyakan alasannya menjadi seorang guru. Pak Guru Hamzah, demikian ia dipanggil anak didiknya, merupakan seorang guru SMP di Bumi Raya, Morowali. Ia memilih menekuni profesinya, meski di tengah stigma yang menganggap guru adalah profesi yang bergaji kecil, tanggung jawab besar, beban moral yang tinggi, serta jauh dari kesejahteraan.
Bahkan saat mendaftarkan dirinya di Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu pada 2004 silam, Pak Guru Hamzah sudah mendapat cemohan dari lingkungan sekitarnya.
“Janganmi jadi guru, nai bisa hinarapu”, kenangnya.
Hatinya tak goyah saat teman-teman bahkan beberapa anggota keluarganya memintanya untuk mendaftar di jurusan yang dianggap lebih mentereng. Pak Guru Hamzah tetap berpegang teguh pada prinsipnya bahwa guru adalah ibarat lilin yang membakar diri sendiri demi orang lain. Menurutnya, SDM Morowali yang masih terbelakang dibandingkan daerah lain harus ditingkatkan agar mampu bersaing, baik di kancah nasional maupun internasional. Dan semuanya dimulai dari sosok guru sebagai tenaga pendidik yang akan melahirkan generasi penerus yang berkualitas.
Setelah meraih gelar sarjana pendidikan pada 2008 lalu, Pak Guru Hamzah kembali pulang ke daerah untuk mengabdikan dirinya sebagai guru honorer di sekolah lamanya, SMPN 1 Bumi Raya. Selang dua tahun kemudian tepatnya pada 2010, ia terangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) di SMPN 2 Bumi Raya bidang IPA. Setelah mengajar selama dua tahun, Pak Guru Hamzah memutuskan untuk kembali menempuh pendidikan S2 di Jurusan Pendidikan IPA Universitas Negeri Malang.
Pak Guru Hamzah cukup aktif bersosial media. Di laman Facebook miliknya, ia kerap kali membagikan aktivitasnya di dunia pendidikan. Tentu Pak Guru Hamzah bukan sembarang guru, banyak prestasi telah ia torehkan demi menjadi tenaga pendidik yang bermutu.
Pada 2016, ia menjadi perwakilan Indonesia dalam pelatihan guru se-Asia Tenggara Seameo Qitep in Science di Bandung. Tahun berikutnya Pak Guru Hamzah berhasil menjadi pemenang dalam lomba Guru SMP Berprestasi dan Berdedikasi tingkat Kabupaten Morowali. Tak sampai di situ, ia juga menang tingkat Provinsi Sulawesi Tengah. Sayang, Dewi Fortuna tidak memihak kepadanya saat beradu di tingkat nasional, Pak Guru Hamzah hanya mampu meraih peringkat 11.
“Alhamdulillah, diberikan kesempatan untuk berkompetisi di tingkat nasional saja sudah membuat saya begitu bersyukur”, ucapnya.
Meski tak menjadi pemenang, Pak Guru Hamzah mendapatkan reward dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengikuti program kuliah berupa short course ke China pada 2019. Program yang digagas oleh GTK Kemendikbudristek (dulu Kemendikbud) tersebut berlangsung selama sebulan.
Tak mudah untuk menjadi salah satu peserta short course, Pak Guru Hamzah harus bersaing dengan ribuan guru di seluruh Indonesia. Beruntung ia menjadi salah satu yang terpilih dari 50 peserta yang mengikuti pembelajaran STEM dan HOTS di negara tirai bambu.
“Seperti kata pepatah tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina. Saya merasakannya. Di sana, modernitas dan nilai-nilai tradisional berjalan beriringan. Walaupun sekolah- sekolah menggunakan teknologi modern, mereka tetap mengedepankan pendidikan karakter dan budaya. Sebegitu besarnya penghargaan mereka pada tradisi dan budaya yang mereka miliki”, tuturnya bangga.
Soal mengapa dirinya menjadi salah satu peserta terpilih, sampai sekarang pun masih menjadi misteri.
“Mungkin karena saya menggunakan bahasa Inggris waktu presentasi sebab menguasai bahasa internasional terutama bahasa Inggris menjadi salah satu faktor utama untuk guru supaya bisa dikirim ke luar negeri”, ujarnya.
Lalu pada awal tahun ini, ia terpilih menjadi salah satu dari 20 guru di Indonesia yang mengikuti pembelajaran STEM yang merupakan kerja sama antara Singapura dan Indonesia.
Pak Guru Hamzah juga menyimpan segudang prestasi lainnya. Di tingkat nasional, ia pernah menjadi finalis nasional Guru Berprestasi dan Berdedikasi jenjang SMP (2017) dan finalis penelitian tindakan ilmiah tingkat regional Indonesia Timur (2015). Sedangkan di tingkat provinsi, ia pernah meraih Juara 1 Guru Berprestasi dan Berdedikasi Jenjang SMP Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah (2017), Juara 2 Tingkat Provinsi dalam Lomba Inovasi Pembelajaran (2020), dan Juara 2 Tingkat Provinsi dalam Pemilihan Duta Sains (2021).
Selain aktif mengikuti lomba dan pelatihan, Pak Guru Hamzah juga menjadi Duta Rumah Belajar Nasional, Kapten Belajar.id Sulawesi Tengah, instruktur nasional di bidang teknologi informasi, instruktur Kurikulum Merdeka, dan pelatih Google bersertifikat resmi.
Sebagai seorang instruktur, Pak Guru Hamzah berperan dalam membantu dan melatih guru-guru dari jenjang PAUD/TK sampai SMA/SMK dalam pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi. Hal ini sejalan dengan program dari Kemendikbudristek yang mendorong terciptanya digitalisasi sekolah hingga ke pelosok negeri. Program- program tersebut di antaranya Rumah Belajar Nasional dan Belajar.id. Untuk melahirkan generasi unggul dan berkarakter di era digital, maka setiap provinsi memiliki seorang kapten sebagai perpanjangan tangan dari Kemendikbudristek. Pak Guru Hamzah adalah kapten Belajar.id dan Duta Rumah Belajar (Rumbel) yang terpilih di Sulawesi Tengah.
Tak hanya itu, Pak Guru Hamzah juga aktif menulis berbagai karya tulis ilmiah. Beberapa hasil publikasinya di antaranya Pengembangan Buku Guru dan Buku Siswa Kurikulum 2013 (2015), Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelas 7 SMPN 2 Bumi Raya (2016), Discovery Learning untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas 9 SMPN 2 Bumi Raya (2016), Pemanfaatan Fitur Kelas Digital Portal Rumah Belajar dan Quizizz pada Pembelajaran IPA di SMPN 2 Bumi Raya (2019), Perpaduan Media Cisco Webex , Youtube, dan Microsoft Kaizala dalam Pengembangan Pengetahuan dan Keterampilan Siswa SMPN 2 Bumi Raya Selama Masa Pandemi Covid-19 (2020), Pengembangan Aplikasi Android untuk Pembelajaran IPA Kelas 9 SMPN 2 Bumi Raya (2021), dan Pembelajaran STEM Topik Teknologi Ramah Lingkungan pada Siswa Kelas 9 Jenderal Sudirman SMPN 2 Bumi Raya (2022).
Saat ditanya pandangannya mengenai iklim pendidikan Morowali saat ini, Pak Guru Hamzah menilai jika kualitas pendidikan di Morowali mulai membaik. Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali melalui Dinas Pendidikan Daerah selalu mendukung berbagai ide dan gagasan yang bermuara pada peningkatan kompetensi guru.
“Jika kualitas pembelajaran semakin baik, maka hasil pencapaian siswa juga akan meningkat,” ucapnya sembari memperlihatkan beberapa kegiatan peningkatan kompentensi guru melalui gawainya.
Sayang sarana dan prasarana yang minim masih menjadi pekerjaan rumah yang belum bisa diseleaikan oleh Pemda. Ketersediaan jaringan internet adalah salah satunya. Padahal di era teknologi digital saat ini, jaringan internet yang lancar dan stabil sangat dibutuhkan agar proses pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi dapat diaplikasikan. Namun kondisi jaringan di Morowali yang lelet membuat proses pembelajaran acap kali terganggu dan tidak berjalan maksimal. Jika keadaan seperti ini terus dibiarkan, maka generasi penerus Morowali akan jauh tertinggal dari segi teknologi.
Selain itu, masalah lainnya adalah guru yang masih terlena dengan zona nyamannya. Mereka urung meningkatkan kapasitas dirinya sebagai seorang pendidik pun pengajar sehingga metode pembelajaran yang mereka berikan kepada siswa terkesan monoton.
“Zaman berubah, teknologi berkembang, dan kualitas sebagai guru seharusnya bisa ter-upgrade”, terangnya.
Salah satu yang bisa dilakukan untuk meng-upgrade kualitas guru adalah dengan rajin menulis karya ilmiah. Pak Guru Hamzah berpandangan jika tugas membaca dan menulis tak melulu dibebankan kepada siswa, tetapi juga guru yang bertugas mendidik dan mengajar. Sebab setiap hari akan banyak kejadian dan masalah yang ditemukan dalam proses pendidikan di sekolah. Sayang, sebagian guru-guru di Morowali masih enggan untuk menulis. Padahal banyak sekali permasalahan yang dialami oleh siswa yang seyogyanya dapat diangkat ke dalam karya ilmiah agar bisa dijadikan referensi oleh guru lainnya.
“Jangan hanya terpaku dengan tugas guru sebagai pengajar, sudah saatnya guru bisa memproduksi ilmu pengetahuan yang dimilikinya dalam sebuah karya”, ujarnya.
Menjadi guru memang tidak memberikan banyak kekayaan secara materi, tetapi profesi ini adalah pekerjaan mulia yang akan menjadi ujung tombak keberlangsungan sebuah bangsa. Seperti yang Andrea Hirata katakan dalam bukunya berjudul Guru Aini bahwa “Kita akan sangat kesulitan memajukan pendidikan jika seseorang ingin menjadi guru sekadar untuk mencari nafkah”, memutuskan menjadi seorang guru harus siap dengan konsekuensi materi yang sedikit.
Mereka adalah penerang dalam gulita sehingga sangat tak elok untuk memandang rendah profesi ini. Bahkan ucapan terima kasih seyogyanya tak bisa membalas dedikasi mereka selama ini.
Terima kasih para pahlawan tanpa tanda jasa 🙂
Discussion about this post