Jika kalian pengguna aktif sosial media Twitter, akun dengan nama @txtdrberseragam akan mudah kalian temukan. Setiap postingannya tak pernah sepi dari cuitan, misuh, dan sumpah serapah dari netizen. Akun dengan followers hampir 1 juta ini acap kali mengunggah kelakukan oknum prajurit atau abdi negara Indonesia yang dianggap cringe, norak, dan memalukan. Kelakuan mereka tersebut tak pelak membuat kepercayaan masyarakat menurun sehingga berdampak pada citra yang selalu dianggap negatif.
Namun terlepas dari itu, kita tidak bisa menepis kenyataan bahwa tidak semua abdi negara berlaku demikian. Di setiap instansi, selalu ada sosok yang masih memegang teguh integritasnya. Hal ini mungkin bisa disematkan pada sosok Harry Trijanuar—salah satu putra daerah asal Morowali yang saat ini tengah menjadi abdi negara di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Sepak terjang lelaki yang akrab disapa Temong ini sangat jauh dari citra negatif seorang abdi negara.
Di usianya yang saat ini baru menginjak 33 tahun, lelaki kelahiran Palu yang tengah menyelesaikan studi doktoralnya ini telah memegang berbagai jabatan penting. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Lurah Marsaoleh (2014), Kasubid Data dan Perumusan Kebijakan-BPMPD (2016), Kasi Pelayanan Informasi-DPMPTSP (2016), Lurah Tofoiso (2017), Kepala Bidang Pemerintahan dan Penataan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Daerah Kab. Morowali (2019), Kepala Sub-bagian Penganggaran BPIP (2019), dan Perencana Ahli Muda (Subkoordinator) BPIP (2021-sekarang).
Harry mengaku tidak mudah mencapai posisinya sekarang. Ia harus mengalami jatuh bangun yang membuatnya hampir menyerah sebagai seorang abdi negara. Apalagi ia tidak lahir dari keluarga yang berprivileged sehingga cita-citanya untuk menjadi seorang praja IPDN sering kali membuatnya ciut. Namun motto hidupnya untuk selalu bermanfaat bagi orang lain membangkitkan semangat dan harapannya.
“Saya pasti bisa dan berhasil”, ucapnya dengan air muka penuh harap.
Tahun 2007, Harry lulus dari Sekolah Menengah Negeri 1 Bungku. Awalnya ia sempat mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Tadulako. Namun karena cita-citanya yang begitu besar untuk menjadi praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) membuatnya meninggalkan bangku perkuliahan di semester 4. Pada tahun 2008, ia mengikuti tes IPDN untuk kali pertama namun keberutungannya yang hanya sisa selangkah rupanya harus berakhir di sesi tes terakhir yaitu Pantukhir— tes yang mempertemukan seluruh panitia seleksi dengan peserta tes untuk dilihat kesesuaian atau hasil tes masing-masing bidang. Ia gagal.
“Cita-cita sejak SMA kalau lulus mau masuk IPDN karena lihat alumni yang bekerja dan bertugas di Bungku punya kapabilitas, karakter dan wibawa serta punya posisi strategis dalam pemerintahan”, tuturnya pada Kamputo.com, Minggu (25/9/2022).
Kegagalannya tak membuatnya urung untuk menggapai cita-citanya. Pada tahun berikutnya, ia kembali mencoba peruntungannya. Ia sangat yakin bahwa dirinya akan lolos di tahun itu. Dan benar saja, ia berhasil lulus menjadi Praja IPDN Angkatan 20 dengan penempatan kampus IPDN Manado, Sulawesi Utara. Di tahun terakhir sebagai Praja IPDN, ia pindah ke kampus Cilandak, Jakarta Selatan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana Ilmu Pemerintahan. Di sinilah karir abdi negaranya dimulai.
Setelah lulus pada 2012, Harry ditugaskan sebagai sekretaris Lurah Marsaoleh dengan masa jabatan selama dua tahun. Setelah itu, pada 2016 ia memegang tambuk jabatan sebagai Kasubid Data dan dan Perumusan Kebijakan-BPMPD selama kurun waktu 4 bulan karena harus melanjutkan pendidikan magister Manajemen di Universitas Tadulako Palu. Di usianya yang saat itu baru beranjak 28 tahun, ia dipilih sebagai Lurah Tofoiso. Jabatan penting untuk sosok yang masih muda. Di bawah kepemimpinannya, ia berhasil membawa Kabupaten Morowali sebagai perwakilan Sulawesi Tengah ke tingkat nasional dalam rangka mengikuti lomba kampung tertib lalu lintas.
Lalu, bagaimana langkah seorang Harry Trijanuar hingga bisa masuk di BPIP?
Pada Maret 2019, Hary mengikuti seleksi pejabat pengawas/Esselon IVa di lingkungan BPIP. Saat itu, Harry melamar jabatan sebagai Kasubbag Penganggaran pada Biro Perencanaan dan Keuangan BPIP. Bermodalkan nekat, ia mencoba peruntungannya pada seleksi yang dibuka secara nasional tersebut. Kepada teman, keluarga, dan bahkan orangtuanya sendiri, rencana tersebut urung dibicarakannya. Selain karena masih dalam proses mengikuti seleksi, ia tidak ingin mengecewakan orang-orang terdekatnya jika nantinya tidak berhasil lolos. Satu-satunya orang yang mengetahui keikutsertaannya hanyalah Bupati Morowali, Pak Taslim seorang karena beliau harus menandatangani surat persetujuan atasan atau PPK sebagai salah satu syarat administrasi.
“Alasan saya tidak menyampaikan kepada orangtua dan keluarga sejak awal, ya tentu karena keyakinan saya tidak akan lulus assessment,” ungkapnya.
Di awal pendaftaran, Hary masih memegang jabatan Lurah Tofoiso. Kemudian saat telah masuk dalam tahapan seleksi bidding BPIP sampai pengumuman di bulan November 2019, Harry sedang dalam posisi promosi Kabid Pemdes. Hanya menjabat selama sekitar dua bulan saja, Hary kemudian pindah ke BPIP.
Harry baru menyampaikan keikutsertaannya mengikuti proses bidding di BPIP setelah pengumuman hasil assessment keluar. Saat mengetahui hasilnya, ia langsung mengabari orangtua dan keluarganya sekaligus meminta izin dan restu agar berhasil lolos sampai pada tahap terakhir.
Terjebak Mindset “Orang Kampung”
Harry menuturkan bahwa yang terlintas dalam benaknya saat mendaftar hanyalah ia harus mampu mendapat pengalaman assessment yang merupakan syarat bagi PNS untuk menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan.
“Jika ditanyakan apakah berharap atau optimis akan lulus, tentu saja tidak karena saya sudah terjebak dengan mindset orang kampung tidak mungkin lebih pandai atau bisa dari orang kota”, tuturnya
Akhirnya setelah melalui proses seleksi yang cukup berbelit mulai dari tahap seleksi administrasi, assessment, tes wawasan kebangsaan, dan wawancara, Harry dinyatakan lolos. Ia menjadi salah satu dari 30 orang anggota BPIP terpilih dari ratusan pendaftar di seluruh Indonesia.
November 2019, hari bahagia itu pun tiba. Bertempat di Gedung Krida Bhakti Sekretariat Negara, Harry dilantik sebagai Kasubbag Penganggaran BPIP. Di lembaga BPIP, Harry melaksanakan tugas dan fungsi dalam penyusunan program kerja dan penganggaran BPIP. Beberapa keluaran hasil kerjanya berupa Renstra, Renja, RKA-K/L dan DIPA. Selain itu, Harry juga mendapat beberapa tugas tambahan di antaranya mengatur kesiapan pelaksanaan upacara peringatan hari lahir Pancasila yang digelar di Kota Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Juni lalu.
Tidak mudah untuk menjadi anggota BPIP yang terpilih sebab selain harus bersaing dengan peserta dari seluruh Indonesia, rekam jejak juga menjadi salah satu aspek penilaian yang sangat krusial. Inilah yang menjadi salah satu pembeda dari tahapan bidding dengan instasi lainnya di mana rekam jejak seseorang ditelurusi oleh Badan Intelijen Negara (BIN). Hal tersebut dilakukan demi mendapatkan putra-putri terbaik bangsa yang akan membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. Sikap, perilaku, dan karakter para peserta di lingkungan tempat kerja, tempat tinggal, dan keluarga ditelusuri secara mendalam.
Hutang Budi Memajukan Daerah
Saat ditanya bagaimana perasaan Harry meninggalkan kampung halaman demi berkarir di ibukota, Harry tak menampik jika ia sering mengalami home sick. Harry juga menuturkan bahwa ia sering kali diminta oleh pejabat pemerintah daerah untuk pulang dan mengabdi kembali di Morowali. Namun Hary selalu menegaskan bahwa kepindahannya ke Jakarta adalah semata- mata sebagai bentuk tanggung jawab dirinya sebagai PNS yang telah dinyatakan lolos seleksi. Selain itu, Harry juga ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengembangkan diri demi kemajuan daerah nantinya. Harry menuturkan bahwa suatu saat ia akan kembali mengabdi di Morowali melalui proses mutasi sebagaimana yang telah diatur dalam regulasi kepegawaian.
“Saya salah satu dari sekian banyak orang yang berprinsip jika kita dilahirkan atau dibesarkan dari daerah, tentunya punya utang budi untuk memajukan daerah kita. Tidak ada orang lain yang akan mencintai suatu daerah jika tidak dilahirkan atau dibesarkan di daerah tersebut. Itu merupakan ikatan mendarah daging disetiap sanubari anak daerah, dalam skala lebih besar berupa kecintaan kita kepada NKRI,” tegasnya.
Walaupun tengah berkarir di ibukota, Harry tetap memantau segala permasalahan yang tengah terjadi di kampung halaman. Menurut Harry, saat ini Morowali terus bergerak dengan segala pembangunan dan pemberdayaan yang masif sebagaimana terinformasikan pada berbagai media massa dan online meskipun permasalahan seperti pengelolaan sampah dan geliat investasi di sektor pertambangan masih belum bisa diatasi oleh Pemda.
“Hidup saya sama seperti orang pada umumnya, ada jatuh dan bangun, ada kesulitan dan kemudahan yang dialami. Mungkin hal yang terus saya lakukan adalah selalu menghidupkan rasa ingin tahu dan terus bermanfaat bagi orang lain. Saya percaya, keingintahuan akan menghidupkan kegigihan dan menghasilkan kemanfaatan”, begitu Harry menutup wawancara kami.
Teruslah menginspirasi.
Discussion about this post