Utang Luar Negeri yang terus bertambah selaras dengan melonjaknya nilai dollar merupakan kondisi yang cukup memprihatinkan. Meskipun di satu sisi pemerintah tetap mampu berdalih bahwa hutang yang ada tetap dalam kondisi normal. Meski telah naik drastis dari periode sebelumnya dengan perolehan kini mencapai Rp 5.191 triliun pada triwulan kedua tahun 2018, naik 4,8 persen dibanding periode sama 2017.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, batas maksimal rasio utang pemerintah adalah 60 persen terhadap PDB. Sehingga jika membandingkan rasio utang tersebut dengan kondisi utang Indonesia saat ini, maka masih dapat dikatakan dalam kategori aman. Kondisi utang kita masih dikisaran 29 persen dari PDB.
Meskipun demikian, tingkat utang pemerintah yang tinggi mampu menjadi masalah ketika dihadapkan pada stabilitas dan kedaulatan dalam percaturan global. Indonesia akan mempunyai beban utang sangat tinggi melalui syarat-syarat yang mereka ajukan dalam memberikan utang. Baik itu berupa bunga dengan batas jatuh tempo yang ditetapkan hingga konsep utang yang diberikan China yang mewajibkan untuk menggunakan Teknologi dan tenaga kerjanya secara maksimal untuk membangun proyek yang telah disepakati bersama. Inilah konsep penjajahan gaya baru.
Negara berkembang akan sangat bergantung pada negara maju. Begitulah konsep sosiologi kekuasaan menggambarkan fenomena ini. Namun jika kita mencoba untuk menelaah konstitusi kita, maka kita akan mampu menemukan solusi terkait bagaimana cara membangun tanpa utang luar negeri.
Pasal 33 Ayat 4 Undang-undang Dasar 1945 menjelaskan mengenai prinsip yang harus dikedepankan dalam pembangunan ekonomi nasional. Pasal tersebut memaparkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Frasa prinsip kebersamaan, menjaga keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional dapat dimaknai sebagai sebuah proses untuk mampu mengedepankan potensi pembiayaan pembangunan melalui modal dalam negeri.
Inilah alternatif yang dapat dilakukan. Baik itu melalui pembiayaan konvensional dengan pungutan pajak dari masyarakat dan badan usaha yang diefektifkan. Hingga melalui pembiayaan non konvensional dengan alternatif pembiayaan dari sumber non pemerintahan (swasta, masyarakat). Seperti dengan menerbitkan Obligasi atau yang lebih dikenal sebagai Surat Utang. Obligasi merupakan suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi (emiten) beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Obligasi jika dikelola dengan baik akan memberikan keuntungan sumber dana alternatif yang dapat mempercepat kemajuan pembangunan negara. Seperti yang terjadi pada awal kemerdekaan Indonesia, dimana obligasi tercatat berhasil mencegah Indonesia dalam mengalami inflasi.
Keuntungan lainnya adalah pencarian peminat dalam membeli obligasi ini (swasta atau masyarakat umum) juga tergolong cepat, dikarenakan obligasi menawarkan bunga yang lebih tinggi daripada bunga yang diberikan deposito atau suku bunga Bank Indonesia (SBI) kepada pemegangnya, serta ciri khas obligasi yang memiliki waktu jatuh tempo mengakibatkan seberapa liarpun pergerakan harga obligasi, jika tidak terjadi gagal bayar, maka obligasi akan kembali pada harga nominalnya. Sementara karena saham tidak memiliki waktu jatuh tempo, harga bisa bergerak liar tidak terkendali. Sebagaimana UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telah mengatur Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal.
Melaui alternatif ini, meskipun sulit. Ide Berdikari alias berdiri diatas kaki sendiri dapat dioptimalkan untuk diwujudkan. Meski kita tetap akan berhadapan dengan era interdependensi yang mengarahkan kita untuk tetap memiliki ketergantungan dengan Negeri lain. Namun Indonesia tetap harus mengusahakan mampu berdaulat dan menentukan nasibnya sendiri.
Discussion about this post