Kebutuhan pangan menjadi salah satu kunci pertahanan di tengah wabah corona. Jika kita mengistilahkan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan maka bisa dikatakana bahwa petani sebagai garda pertahanan karena memiliki andil penting dalam menyediakan stok kebutuhan pokok sehari-hari.
Implikasi pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah memiliki relasi dengan ketersediaan bahan pokok, semakin sedikit aktivitas petani di luar rumah maka semakin menurunkan kuantitas dan kualitas produksi pangan. Memilih tetap ke ladang tentunya memiliki tingkat penularan yang lebih rentan. Dengan demikian pilihan tetap di rumah menjadi pilihan sebagai bentuk proteksi dari penularan untuk melindungi keluarga.
Isu ancaman pangan bukanlah paranoid semata, apabila tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan maka akan berimbas pada terpuruknya situasi di tengah wabah. Menurut kajian Indonesia Future Development Study (INFUDS) mengenai keseimbangan ketersediaan bahan pangan dan keberlangsungan produksi pangan nasional, krisis pangan di Indonesia diperkirakan akan terjadi pasca Agustus tahun ini, di mana cadangan pangan nasional akan kosong hingga terjadi penurunan produksi mencapai 50 % selama masa pandemi.
Memilih alternatif impor tentunya tidak bisa memberikan jaminan, sebab negara-negara produsen juga sedang menghadapai persoalan yang sama. Beberarapa negara yang sedang melakukan pembatasan ekspor untuk penyediaan pangan dalam negeri di antaranya, Vietnam melakukan penutupan aktivitas ekspor terhadap beras, Rusia menerapkan penutupan ekspor pada jenis biji-bijian olahan, Kazakshtan menangguhkan kegiatan ekspor pada kebutuhan pangan jenis tepung terigu, gandum, gula dan beberapa sayuran. Amerika dan Tiongkok sebagai kekuatan penyedia pangan dunia sedang dihadapkan dengan wabah sehingga mengahentikan kegiatan ekspor.
Meskipun saat ini Indonesia sedang memasuki masa panen raya, namun pada kenyataanya masih juga terdapat minus kebutuhan pangan pada beberapa daerah. Untuk menangami persoalan ini, pemerintah melakukan langkah distribusi pada daerah yang surplus menuju daerah yang minus bahan pangan.
Belum lama ini Presiden Jokowi menyampaikan adanya defisiit bahan pangan di beberapa Provinsi. Pada rapat terbatas terkait tindak lanjut antisipasi kebutuhan pokok (24/4), defisit beberapa komuditas bahan pangan di beberapa povinsi antara lain, defisit beras terjadi pada 7 provinsi, jagung defisit di 13 provinsi, cabai rawit defisit pada 19 provinsi, dan telur ayam defisit sebanyak 22 provinsi.
Khususnya di Kabupaten Morowali, langkah penyediaan pangan harus menjadi perhatian sebagai antisipasi ancaman krisis pangan, mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk dan akan bertambahnya kapasitas kebutuhan bagi masyarakat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah penduduk di kabupaten morowali sebanyak 123.337 jiwa, jika kita melakukan analisa terhadap kebutuhan beras selama 6 bulan dengan perkiraan konsumsi perkapita 10 kg perbulan, maka pemerintah harus mampu menyediakan pangan berjumlah 740,3 ton per enam bulan.
Hal ini merupakan angka perkiraan jika tidak terjadi aksi panic buying sebagai respon tanggap masyarakat atas kekhawatiran terhadap wabah. Apabila terjadi aksi panic buying maka akan terjadi gejolak equilibrium bahan bangan, apalagi menurut data BPS angka kemiskinan di Kabupaten Morowali mendekati angka 0 %, hal ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki kemungkinan untuk membeli stok barang dalam jumlah besar.
Lalu apa saja upaya yang harus dilakukan dalam penyediaan cadangan pangan pemerintah daerah (CPPD) ?
Manjamin Kesehatan dan Kesejahtraan Petani
Kesehatan dan Kesejahteraan petani harus menjadi skala prioritas. Para petani tentu tetap harus ke ladang, sementara tingkat kerentanan tertular lebih tinggi dibandingkan tetap tinggal di rumah, apalagi saat ini usia petani rata-rata berada pada usia 45 tahun ke atas (hasil survey lembaga pengetahuan Indonesia / LIPI) yang pada umumnya resiko penularan sangat tinggi pada usia tersebut.
Asupan gizi untuk para petani menjadi dukungan dalam menjamin kesehatan petani. Tidak luput kepada petani-petani muda yang masih bergelut di bidang pertanian, membutuhkan support dari berbagai pihak terutama terkait solusi pasar dari prodak pertanian mereka.
Sebagai upaya mencapai kesejahteraan petani sangat tepat jika pemerintah melakukan akomodir secara tepat dan ketat terhadap prodak-prodak pertanian dengan tujuan memotong rantai panjang dari petani kepada konsumen, sehingga dapat mengontrol harga yang memberikan profit bagi petani maupun konsumen.
Selain itu hal ini juga menjadi amanat UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, bertujuan mewujudkan pertanian pangan agro ekologis dan integrasi on farm-of farm.
Gerakan BULOG untuk siaga
Skenario terburuk lainya di tengah wabah yaitu gejolak stabilitas harga pangan. Dalam rangka Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH), adanya pasokan bahan pangan dalam jumlah cukup tentunya dapat menjaga stabilitas harga. Kuantitas penyediaan bahan pangan perbulan menjadi faktor penentu stabilitas harga, misalnya menyediakan bahan pangan 10 ton untuk melakukan operasi pasar ketika terjadi lonjakan harga selama satu bulan. Selain itu dapat dilakukan dengan pembatasan pembelian terhadap suatu komuditas, misalnya pembatasan pembelian beras oleh konsumen dengan taksiran mencukupi kebutuhan dalam durasi waktu yang telah di tentukan sesuai jumlah perkapita setiap keluarga.
Sebagai informasi salah satu bahan pangan yang melonjak naik yaitu gula pasir, berdasarkan data pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga awal gula pasir acuan tingkat konsumen Rp 12.500 perkilogram naik menjadi 16.750 perkilogram. Menyikapi hal ini pemerintah harus mengambil langkah tepat guna menjaga ketersediaan pangan dan stabilitas harga.
Solidaritas masyarakat menjadi salah satu unsur dalam menjaga ketersediaan pangan, kesadaran masyarkat untuk tidak melakukan aksi panic buying menjadi hal mendasar yang harus diterapkan, di sisi lain aktivitas memainkan harga oleh pedagang berimbas pada kelangkaan pangan. Dengan demikian masyarakat harus tetap merawat kekuatan solidaritas dan mengembangkan lumbung pangan lokal, mengawal proses penggilingan di desa, dan tetap bertani dengan memprioritaskan tanaman pangan sehat bebas pestisida guna menjamin kesehatan bagi pengonsumsi serta menerapkan protap COVID-19 selama proses bertani.
Implementasi 3 pilar (Penyuluhan, Pendidikan, Pelatihan)
Tujuan impelementasi 3 pilar yaitu untuk meningkatkan sumber daya petani sehingga nantinya dapat menerapakan pengelolaan lahan pertanian secara tepat dan berujung pada tingginya kualitas dan nilai jual prodak tersebut. Selain itu, Penerapan 3 pilar juga bertujuan menciptakan generasi baru di bidang pertanian, menumbuhkan kesadaran, semangat, dan wawasan ruang lingkup pertanian. Dengan demikian dapat mencapai regenarasi petani yang berwawasan dan memahami proses menghasilkan produk yang sehat dan berkualitas. Atas dasar ini taraf kesejahtraan petani dapat tercapai, minat dan profesi petani tidak lagi termaginalkan karena persolaan jaminan kesejahatraan.
Melalui 3 pilar tersebut diharapakan petani dapat memanfaatkan teknologi bidang pertanian, sebagai wujud peningkatan SDM petani dan efektifitas pengelolaan lahan pertanian dalam mencapai prodak bermutu tinggi. Dukungan ini akan hadir di tengah-tengah petani apabila pemerintah mendorong adanya 3 pilar dengan penyediaan beragam teknologi pertanian baik untuk pengelolaan lapangan maupun untuk mencapai informasi pertanian melalui proses pelatihan tepat guna.
Implementasi 3 pilar di tengah wabah tentunya harus berdasarkan kesehatan dan keselamatan, baik bagi petani yang harus tetap bekerja di ladang maupun bagi penyuluh pertanian yang harus tetap menyuluh.
Pengawalan ketat 11 komuditas Bahan Pokok
Upaya meredam gejolak harga pasar dapat dilakukan dengan pengawalan komuditas dari hulu hingga hilir. Monitoring ini sangat efektif karena dapat memperolah data ketersediaan pangan secara cepat dan tepat. Selain itu, melalui tahapan ini dapat mengontrol oknum-oknum berbuat curang di tengah masa darurat. Setidaknya ada 11 komoditas yang harus dikawal yaitu beras, bawang merah, jagung, cabai merah besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam ras, minyak goreng dan gula pasir.
Jika terdapat beberapa komuditas yang tidak dibudidayakan di daerah maka pemerintah kabupaten harus menyiapkan langkah alternatif berupa distribusi dari daerah-daerah lain yang memiliki komoditas berkaitan pada tingkat surplus. Akses jalan dan pelabuhan harus tetap dibuka untuk kelancaran distribusi pasokan pangan.
Problematika pangan merupakan isu yang sensitif, dengan demikian langkah dini pengawalan merupakan cara tepat untuk menjamin kenyamanan masyarakat dan juga berkaitan dengan stabilias ekonomi dan stabilitas politik. Khususnya Kabupaten Morowali diharapkan dapat melakukan refocusing anggaran dengan perkiraan penyediaan cadanga pangan tercukupi berdasarkan jumlah penduduk pada setiap desa maupun kecamatan, terutama pada kecamatan dengan tingkat penduduk yang sangat padat.
*Penulis adalah Kandidat Magister Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Discussion about this post