Dunia persepakbolaan Morowali akhirnya bangun dari hibernasi panjangnya. Melalui sebuah pelatihan bertaraf nasional yang digelar di kota Palu pada akhir Juni lalu, dua orang wasit asal Kabupaten Morowali berhasil meraih lisensi C1 untuk cabang olahraga sepak bola. Keduanya adalah Firdaus Umar dan Tamrin Basri yang mengikuti pelatihan bersama 30 orang wasit perwakilan se-Sulawesi Tengah di Palu Golden Hotel pada 18-23 Juni lalu.
Keberhasilan keduanya bak oase di tengah meredupnya dunia persebakbolaan Morowali saat ini. Sebuah prestasi yang patut dibanggakan sebab untuk kali pertama dalam sejarah olahraga Morowali, lisensi C1 untuk cabang olahraga sepak bola berhasil didapatkan.
Di tengah gemercik hujan yang mengguyur wilayah Bungku pada suatu petang (20/7), Kamputo.com bertandang ke rumah Firdaus Umar yang terletak di Kelurahan Bungi. Pria yang akrab disapa Daus ini menjadi satu-satunya pemegang lisensi nasional di Kabupaten Morowali untuk dua cabang olahraga yaitu sepak bola dan futsal. Selain itu, ia juga tercatat sebagai anggota aktif KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Kabupaten Morowali, Ketua Bidang Hukum Asosiasi Sepak Bola Kabupaten (Askab) PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) Morowali, dan Ketua Komisi Wasit Asosiasi Futsal Kabupaten (Afkab) Kabupaten Morowali.
Daus menuturkan bahwa menjadi wasit profesional bukanlah keinginan awalnya. Pria kelahiran Palu tersebut mulanya bercita-cita menjadi pemain sepak bola. Sayang, cidera lutut yang didapatkannya dalam sebuah pertandingan pada 2016 lalu membuatnya harus membuang jauh mimpinya. Tak ingin terjebak dalam kesedihan yang berlarut, ia pun banting setir menjadi wasit. Tak tanggung-tanggung, ia memilih menjadi wasit untuk dua cabang olahraga sekaligus yaitu sepak bola dan futsal. Beruntung, proses untuk menjadi wasit profesional dengan lisensi nasional didapatkannya dalam kurun waktu lima tahun saja.
“Untuk cabor sepak bola, saya mengambil kursus lisensi C3 di Kabupaten Poso tahun 2017, lisensi C2 di kota Palu tahun 2019 , dan lisensi C1 tahun 2021 juga di kota Palu. Sedangkan level C3 untuk futsal, saya dapatkan di tahun 2017, level 2 tahun 2018, dan level 3 tahun 2020 yang pelaksanannya semuanya di kota Palu”, terangnya.
Lalu, apa sih bedanya lisensi wasit sepak bola dan futsal ?
Well, dalam dunia sepak bola terdapat tiga lisensi yaitu C1, C2, dan C3 sedangkan lisensi dalam futsal disebut Level 1, Level, 2 dan Level 3 yang kesemuanya bisa digunakan oleh wasit untuk memimpin pertandingan sepak bola. Di tingkat dasar terdapat lisensi C3 dan Level 1 yang berlaku pada pertandingan level kota atau kabupaten. Lisensi ini bisa didapatkan melalui kursus yang digelar oleh Asosiasi Kabupaten (Askab) PSSI.
Untuk dapat meningkatkan lisensi ke C2 dan Level 2, seorang wasit diwajibkan memimpin beberapa pertandingan selama kurun waktu setahun. Wasit yang dinyatakan lulus dan memegang lisensi C2 maupun Level 2 dapat memimpin pertandingan di tingkat provinsi seperti Porprov (Pekan Olahraga Provinsi), Popda (Pekan Olahraga Daerah), Porda (Pekan Olahraga Daerah), dan turnamen-turnamen resmi lainnya di tingkat provinsi. Lisensi C2 didapatkan dari kursus yang diselenggarakan oleh Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI. Adapun untuk dapat memimpin pertandingan skala nasional seperti liga, seorang wasit harus memiliki lisensi C1 atau Level C1 yang bisa mereka dapatkan dari PSSI pusat.
Sayang, wasit menjadi profesi yang acap kali dipandang sebelah mata dan dianggap madesu (masa depan suram). Para pengadil lapangan tersebut sering kali mendapat kekerasan baik fisik maupun verbal dari supporter tatkala tim andalan mereka kalah dalam suatu pertandingan. Para supporter fanatik biasanya menganggap kekalahan tim yang mereka dukung disebabkan oleh inkonsisten, ketidakbecusan, ketidaktelitian, dan keberpihakan wasit pada tim lawan. Hal ini tak pelak membuat para wasit acap kali dikambing hitamkan karena dianggap mengambil keputusan yang salah.
Padahal, proses untuk menjadi seorang wasit profesional tidaklah mudah sebab serangkaian proses seleksi yang dilalui terbilang sulit dan menguras mental. Selain harus memiliki wawasan yang luas di bidang perwasitan dan memahami Law of the Game FIFA beserta amandemen yang ditetapkan, seorang wasit juga harus memiliki fisik yang prima untuk bisa melalui fitness test. Kebanyakan wasit galibnya menemui kegagalan saat menjalani tes kebugaran sehingga stamina yang kuat sangat dibutuhkan untuk bisa lulus tes.
Saat ditanya apa yang tetap membuatnya bertahan di dunia sepak bola, ia terdiam sebentar dan seutas senyum kemudian mengiringi jawabannya yang singkat.
“Saya mencintai pekerjaan ini”, ucapnya dengan tenang
Sejak belia, Daus telah malang-melintang dalam pertandingan sepak bola maupun futsal yang digelar di Kota Palu. Bersama timnya, mereka pernah menjuarai laga pertandingan sepak bola yang diadakan oleh Bogasari pada tahun 2008. Selain itu, Daus juga pernah membawa timnya yang saat itu mewakili kota Palu memenangkan kompetisi Liga Nusantara Futsal (Linus) selama dua tahun berturut-turut yaitu 2012 dan 2013. Sederet pengalaman inilah yang membuatnya tetap bertahan di dunia sepak bola meskipun saat ini sudah tidak bisa menjadi seorang pemain.
Daus sendiri merupakan wasit yang sering memimpin sejumlah pertandingan sepak bola dan futsal di Kabupaten Morowali maupun kota Palu. Untuk sepak bola, ia pernah menjadi wasit dalam pertandingan Piala Walikota U-19 tahun 2017, IMIP CUP 1 pada 2018, pertandingan antar komunitas klub sepak bola se-kota Palu, Piala Askab di Stadion Mini Fonuasingko tahun, dan pertandingan All Stars yang ketiganya digelar pada 2021. Sedangkan untuk futsal, ia pernah menjadi wasit dalam pertandingan yang diadakan oleh Kerukunan Masyarakat Kecamatan Bahodopi dan Liga Ramadhan di kota Palu pada 2019.
Menjadi satu-satunya pemegang lisensi nasional di Kabupaten Morowali untuk cabang olahraga sepak bola dan futsal membuat Daus ingin unjuk diri dalam pertandingan berskala nasional seperti Liga 1.
“Saya kira sangat penting menggali ilmu lebih dalam sesuai dengan profesi yang kita tekuni dengan harapan agar supaya kita lebih paham, lebih mengerti peraturan sepak bola yang setiap tahun mengalami perubahan ke arah yang lebih baik”, jawabnya.
Daus menilai redupnya dunia persepakbolaan Morowali karena belum adanya wadah yang bisa menjadi tempat untuk menyalurkan potensi seperti organisasi PSSI pada sepak bola dan Afkab untuk futsal. Kebanyakan pertandingan yang digelar selama ini tidak berusaha untuk mencari bibit-bibit muda yang unggul dalam olahraga tersebut, tetapi hanya menjadi ajang untuk unjuk diri dan have fun. Sehingga ke depan, Daus berharap agar ke lebih banyak pertandingan yang digelar oleh pemerintah daerah maupun klub sepak bola. Apalagi setelah terbentuknya PSSI Morowali dan Afkab Morowali pada 2020 lalu.
Memang, wasit bukanlah bintang lapangan hijau ataupun penentu utama dari suatu pertandingan. Tetapi bukan berarti kehadiran mereka bisa dianggap sebelah mata sebab wasit adalah pemilik kasta tertinggi dalam suatu pertandingan. Mereka adalah pemimpin sekaligus pengadil pertandingan yang akan mengarahkan permainan agar dapat berjalan sesuai aturan. Dalam dunia pertandingan, menang kalah itu adalah hal yang biasa. Ketika tim andalanmu kalah, bukan berarti kamu bisa mengkambing hitamkan wasit kan ?
Bukan begitu teha ?
Discussion about this post