Aliansi serikat buruh Morowali melakukan aksi penolakan pengesahan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja di kantor DPRD pada Selasa (13/10). Massa aksi yang terdiri sekurangnya 1000 orang tersebut mengawali aksinya dengan long march dari Rumah Jabatan Bupati Morowali di Desa Matansala menuju Gedung DPRD di Desa Bahoruru, Kec. Bungku Tengah.
Sebelumnya, massa aksi berkumpul di Pelataran Masjid Besar Bahodopi, Kec. Bahodopi untuk kemudian bersama-sama menuju Kota Bungku.
Teriakan lantang dari jenderal lapangan dan atribut aksi seperti bendera organisasi, spanduk, baliho, poster, dan pamflet mewarnai iring-iringan massa sepanjang jalan. Massa aksi sendiri terdiri dari beberapa serikat di antaranya SPN (Serikat Pekerja Nasional), FPE-KSBSI (Federasi Pertambangan dan Energi), SP-SMIP (Serikat Pekerja- Sulawesi Mining Investment, dan non-serikat.
“Kami menuntut pemerintah agar membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja (Klaster Ketenagakerjaan) yang terdiri atas lima tuntutan di antaranya mengeluarkan/mencabut klaster ketenagakerjaan dari UU Omnibus Law,” tandas Jenderal lapangan Arianus Rante kepada Kamputo.com kemarin.
Selanjutnya Arianus Rante juga menegaskan bahwa mereka mendesak Dinasker Kabupaten Morowali untuk mengevaluasi semua perusahaan di kawasan PT IMIP agar membuat peraturan perusahaan yang mengatur tentang norma syarat kerja dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pihaknya juga meminta kepada DPRD Kabupaten Morowali untuk mendesak pemerintah agar segera merealisasikan hasil berita pertemuan pada tanggal 29 Agustus 2020, dan meminta kepada DPRD Kabupaten Morowali agar menghadirkan Wasnaker, Disnaker Kabupaten Morowali, dan perwakilan PT IMIP.
Puluhan personil gabungan aparat keamanan yang terdiri dari Polisi, Satpol-PP, dan TNI Angkatan Darat diturunan demi menjaga ketertiban aksi. Mobil barracuda bahkan sejak pagi telah bersiap di depan Gedung DPRD jika sewaktu-waktu terjadi kekacauan.
Setelah hampir dua jam melakukan orasi di depan gerbang DPRP Morowali, maka Ketua DPRD bersama jajarannya mempersilah kan beberapa perwakilan untuk menjalani audiensi di dalam gedung.
Perdebatan dan negosiasi memakan waktu cukup lama hingga suara-suara penolakan santer terdengar dari luar gedung. Berita acara dengan nomor 005/757/DPRD/X/2020 yang ditandatangani oleh Ketua DPRD Morowali bersama anggota DPRD lainnya mengakhiri aksi demonstrasi tersebut. Di dalamnya, mereka mendesak agar pemerintah secepatnya menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Omnibuslaw.
“Kami akan terus mengawal proses perealisasian atas apa yang telah disepakati dalam berita acara sehingga apabila hasil kesepakatan belum dapat terealisasi pada waktu yg telah ditentukan, maka kami akan menurunkan kembali massa aksi yang lebih besar lagi,” tutup Arianus.
Discussion about this post