Babak baru melompat jauh ke depan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), telah dimulai. Sejak industri bahan baku baterai lithium PT QMB New Energy Materials di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) diresmikan pada Jumat (11/1/2019). Pemerintah menargetkan, industri sudah dapat beroperasi pada 16 bulan ke depannya. Tahap pertama pabrik tersebut mampu menghasilkan litium sejumlah 50.000 ton per tahun.
Bahodopi kini kental dengan cita rasa Shenshen, sebagai ihkwal konsep kawasan ekonomi khusus warisan Deng Xhioping di Tiongkok. Cerobong-cerobong asap listrik tenaga uap membakar langit Morowali, dan tanah-tanah memerah nampak menghiasai hijaunya hutan Bahodopi. Anak-anak Morowali yang dulu hanya pandai “mengail” ikan dan memetik jambu mente, kini di kenal sebagai “Iron Man”.
Morowali kini dikenal sebagai negeri penghasil baja gulung dingin yang siap memasok industri di muka bumi. Kapal-kapal mother vessel, berseliweran di lautan dalam teluk Tolo yang teduh. Bahodopi kini menjadi kota baru “Lautan Pekerja Industri”.
Perkembangan pembangunan IMIP sudah berlangsung sejak tahun 2013 hingga 2016 tidak hanya terfokus pada pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian saja, tetapi sarana dan prasarana penunjang kawasan industri ini juga telah rampung. PT Sulawesi Mining Invesment sebagai investor utama yang memicu ini.
Pada tahap awal joint venture Tiongkok-Indonesia ini, mengalokasikan dana sebesar 960 juta US dolar untuk membangun smelter yang dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama investasi yang ditanamkan sebesar 320 juta US dolar dan tahap kedua senilai 640 juta US dolar, dan 100 juta US dolar untuk pengembangan tambang sekaligus pembangunan fasilitas pendukung termasuk di dalamnya pembangkit listrik.
Apa itu IMIP?
IMIP merupakan proyek kongsi swasta Tiongkok-Indonesia. Proyek kerajaan nikel ini, Merujuk masterplan, area seluas 2.000 hektare prasarana dan sarnaa, seperti berbagai pabrik, pembangkit listrik, mess pekerja, landasan helikopter, landasan pesawat, resort, hingga lapangan golf. IMIP di atas kertas pemegang sahamnya adalah Shanghai Decent Investment Group (49,69%), Sulawesi Mining Investment (SMI, 25%), dan Bintang delapan Group (25,31%).
Presiden Jokowi Widodo telah menjadikan kawasan industri nikel di Morowali sebagai proyek strategis nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016. IMIP kini masuk dalam daftar obyek vital nasional yang harus dilindungi dan diperlakukan istimewa. Negara dengan segala kemampuannya harus bisa menjamin seluruh kegiatan dalam industri ini dapat berlangsung aman.
Apa saja isi dari obyek vital nasioal IMIP itu? Saat paling tidak, terdapat delapan pabrik pemurnian (smelter) di kawasan IMIP. Tahun lalu, kawasan itu produksi 1,5 juta metrik ton nikel pig iron dan 3,5 juta metrik ton stainless steel. Guna memenuhi target produksi, mereka menyerap 15 juta nikel ore (bahan mentah)–tak hanya dari Morowali. Dengan kapasitas produksi itu, total penjualan IMIP menyentuh angka US$2,6 miliar dolar. Mereka juga menyumbang pajak sekitar US$100 juta dolar.
IMIP adalah konsep industri yang terintegrasi langsung dalam satu kawasan, mulai dari proses mining (galian), loading ke industri pemurnian, pengolahan barang jadi hingga jadi produk ekspor. Salah satunya baja gulung dingin. Tetapi efek ikutan dari rantai produksi industri ini bukan hanya skala pabrik, tetapi juga melahirkan berbagai proyek pengadaan industri yang disenter banyak sekali usahawan dari penjuru negeri. Termasuk usaha-usaha efek domino di luar pagar industri.
Transformasi Miskin Partisipasi
Skenario megah nan mewah dengan deretan investasi prestisius di IMIP merupakan sesuatu yang bersifat revolusioner dalam sejarah industri di pulau Sulawesi. Kehadiran IMIP, telah mendorong perubahan besar terhadap produksi nikel dan cara hidup masyarakat Morowali secara khusus. Daerah yang dulu dikenal terisolasi, kini terhubung langsung dengan rantai pasokan global di bawah fasilitas IMIP.
Tetapi pertanyaan mendasar yang perlu diajukan adalah bagaimana skenario Pemerintah nasional, provinsi dan daerah membantun sinergitas transformasi IMIP dengan kelahiran partisipasi pengusaha lokal?
Bila kita berkaca pada instrumen perundang-undangan dalam rangka merespon IMIP, terutama Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional hingga Peraturan Menteri Perindustrian, hanya memuat aspek penyelesaian masalah tekhnis dan hambatan investasi. Tidak ada satu pun skenario dalam rangka membangun skenario kemitraan partisipasi lokal.
Sebagai anak daerah yang lahir di Morowali, kecemasan ini menghantui kami. Bagaimana pada akhirnya nasib usahawan lokal di tengah persaingan sengit investor global di negeri si’e tersebut. Sementara hiruk-pikuk industri sudah terbang jauh meninggalkan segala kemampuan kapasitas anak-anak daerah memberi respon yang sejajar.
Dalam perspektif inilah, transformasi industri Morowali mengalami kemiskinan partisipasi usahawan lokal.
Pertama, Jika tujuan Pemerintah hendak mendorong ini sebagai peluang ekonomi untuk menumbuhkan kapasitas industri nasional, sudah seharusnya anak-anak daerah tidak mengalami pengabaian. Mereka harusnya diberi peluang melalui instrumen perundang-undangan agar memiliki ruang gerak berpartisipasi dan mengambil peran dan transformasi ini;
Kedua, Pemerintah harusnya membuat kebijakan yang dapat melindungi posisi pengusaha lokal dari gempuran persaingan antara pulau dalam negeri untuk mengejar rente unit pekerjaan kegiatan industri. Paling tidak, instrumen hukum dapat memberi rangsangan partisipasi pengusaha lokal untuk terlibat dalam pesta “Iron Man” ini.
Sebab, sulit rasanya membayangkan, anak cucu kami kelak, hanya diwariskan sebagai pekerja tambang atau bisa jadi terlikuidasi dari dahsyatnya “pesta pora” nikel. Kami tentu saja tidak mau, negeri yang dianugerahi kekayaan alam itu, kelak hanya bisa nonton dari pagar rumah masyarakat Morowali.
#Penulis Adalah Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Morowali
Discussion about this post