“Kei tonga oleo nato tepongkaapo karena mendadi lale dan mefo, ofoa kato pemelu (jika siang hari kita tidak bisa makan akibat bau busuk dan lalat yang begitu banyak, bawaanya pengen muntah),” keluh Salim, seorang warga yang tinggal dekat Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) sampah, Bahodopi.
Tumpukan sampah di TPS itu kini seperti gunung yang nyaris memuntahkan lahar. Penduduk yang tinggal di sekitarnya pun kian terancam, bau busuk yang menyengat sebentar lagi berubah menjadi penyakit yang mematikan.
Awal mula kehadiran TPS tersebut sejatinya menjadi solusi bagi masyarakat yang selama ini membuang sampah di sembarang tempat, di belakang rumah, di sungai, di pinggir jalan, dan di semua sudut-sudut kampung.
TPS yang baru berusia empat bulan itu merupakan buah dari komitmen kami di Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bersama Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Morowali. Awal kemunculannya tentu saja menjadi pengobat lara yang sudah lama kami derita.
Masyarakat tak perlu lagi membuang sampah di sembarang tempat, tong-tong sampah yang disediakan hampir di setiap depan rumah penduduk siap sedia menampung sampah jenis apapun. Para petugas sampah, ah…tapi mereka lebih patut disebut ‘pahlawan kebersihan’ BUMDes setiap hari datang menjemput sampah tersebut untuk dibawa ke TPS. Nah, setelah sampai ke TPS, giliran pahlawan kebersihan dari Pemda yang menjemputnya setiap dua hari sekali untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Bahoruru.
Dua bulan berjalan, ah senang betul rasanya melihat desaku tersenyum kembali karena sampah sudah bisa dikendalikan, kampung yang berasa kota metropolitan ini mulai bersih dari sampah dan polusi batubara ‘eettss salah, pencemaran lingkungan maksudku (ini masalah lain lagi dude, wkwkwkw).
Ku pikir masalah sampah di kampungku sudah selesai, karena sudah tertangani dengan baik.
Ternyata senyum kampungku, hanya bertahan dua bulan. Masalah muncul saat Petugas dari Pemda dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLH) tak pernah lagi menjemput sampah dalam dua bulan terakhir.
Sampah yang sudah dijemput di rumah-rumah warga, menjadi masalah baru karena sampah di TPS semakin menggunung, petugas kebersihan tidak tahu lagi harus membuangnya kemana.
Kami Marah…!
Kami ingat betul komitmen awal kami (BUMDes) bersama DLH Kabupaten Morowali untuk saling membantu mengelola sampah di Desa Bahodopi. DLH waktu itu masih dikepalai oleh Pak Fajar, dan Kepala Bidang Kebersihan LB3 dan Penataan Kelembagaan adalah Pak Muhdar Da’ami.
Kala itu mereka (DLH) sangat bersemangat menyambut niat baik kami karena sangat merasa terbantu dengan hadirnya BUMDes ini, terutama untuk membantu menangani sampah di Desa Bahodopi. Selama ini memang Dinas kebersihan belum mampu menjangkau sampai ke desa-desa khususnya daerah Kec.Bahodopi “.
“Dinda, jujur kami ini masih kekurangan armada untuk penjemputan sampah di Desa Bahodopi,” kata Pak Muhdar sekitar empat bulan yang lalu tepatnya di bulan September.
“Tapi saya janji kalau sudah keluar mobil sampah yang dijanjikan oleh PT. IMIP saya akan standbykan satu mobil khusus untuk menjemput tiap hari sampah-sampah yang ada di Desa Bahodopi,” tambahnya.
Sebulan setelahnya, -sekitar Oktober-, dua truk sampah pun diserahkan oleh pihak Manajemen PT.IMIP kepada Pemda Morowali. Dan ‘pucuk dicinta ulam tak pernah tiba’. Sampai detik ini, truk sampah yang bertuliskan “Truk Sampah HIBAH DARI PT.IMIP UNTUK KEBERSIHAN BAHODOPI” tak pernah sekalipun datang menjemput sampah ke Bahodopi.
Penduduk di sekitar TPS tak mungkin bisa bertahan terus menerus menanggung beban dari dampak sampah yang ditumpuk berhari-hari. Seperti yang pak Muhdar sabdakan kala itu, “Sampah yang di TPS itu dinda, maksimal dua hari sudah harus dijemput, tidak boleh tidak, harus kami jemput karena kapan tidak dijemput lalat itu akan menetaskan telurnya pada hari ketiga”.
Beberapa kali kami mengeluhkan ini baik saat bertemu langsung maupun melalui pesan WhatsApp kepada Pak Muhdar Da’ami. Janji-janji manis selalu kami makan sampai kenyang. Hingga kami tiba pada keputusan yang berat, ‘TPS pengobat lara itu resmi kami TUTUP,.
Kini tak ada lagi alasan untuk membuat kampungku tersenyum. TPS itu tak ada lagi. Ibarat ‘kekasih yang pergi saat sedang sayang-sayangnya’…Sadis memang…
Kampungku (Bahodopi) hari ini menghasilkan sampah kurang lebih 20 ton setiap harinya dengan total jumlah penduduk kurang lebih 10 ribu jiwa, terdiri dari karyawan perusahaan, pedagang sayur, ikan, ayam dan macam-macamnya. Belum lagi aktivitas pasar jual beli yang berlangsung 24 jam telah menjadi penyumbang sampah terbesar di Bahodopi.
Untuk itu, kepada Pemda Kab Morowali, kami butuh perhatian dari bapak-ibu sekalian. Jika ada pejabat tak becus, disiplinkan mereka, jika perlu copot saja sekalian…kami tak menginginkan khutbah klise berupa janji-janji…kami menginginkan Sampah dijemput dua hari sekali…!
Sebab Kami (rakyatmu), tak mau mati dalam timbunan sampah…!!!
#Penulis adalah Ketua Umum Kerukunan Masyarakat Kecamatan Bahodopi (KMKB) Morowali
Discussion about this post