Lebaran tanpa takbiran di masjid, pawai obor, meriam bambu, alunan musik ndengu-ndengu, canda tawa ibu-ibu yang sedang mojaha, dan tangisan anak kecil yang minta diajak pawai obor keliling akan menjadi segelintir pemandangan yang akan dirindukan oleh masyarakat Bungku di momen lebaran kali ini.
Kasus Covid-19 yang masih terus meningkat menuntut pemerintah mengambil sikap dengan mengimbau masyarakat agar berlebaran di rumah masing-masing. Walhasil, kebijakan tersebut masih menuai penolakan dari sebagian masyarakat, sebab lebaran selama ini menjadi ajang berkumpul keluarga untuk bersilaturahmi. Budaya saling mengunjungi rumah sanak saudara telah mengakar kuat pada setiap masyarakat yang sedang merayakan lebaran.
Namun demikian, pengambilan kebijakan demi keselamatan masyarakat menjadi hal yang paling krusial. Sejalan dengan pusat, Pemerintah Daerah Morowali kemarin (21/5) mengeluarkan surat edaran agar masyarakat melaksanakan salat Idulfitri di rumah masing-masing. Riah-riuh ketidaksetujuan elemen masyarakat mengalir deras terutama di jagat sosial media. Kebanyakan dari mereka bingung dengan peraturan yang mengharuskan salat Id di rumah, sebab perusahaan dan pasar sebagai tempat berkumpulnya massa tidak ditutup. Tidak adil kata mereka !!!
Kasus positif Covid-19 di Morowali saat ini baru tiga orang, sehingga daerah ini masih aman alias masuk dalam zona hijau. Merujuk pada keputusan MUI, daerah yang masih berstatus hijau diizinkan untuk melaksanakan salat Idulfitri dengan tetap berpatokan pada protokol Covid-19. Namun, langkah pencegahan akan lebih baik dan masuk akal diambil di tengah pandemi ini sebab pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono memprediksi jika jumlah pasien positif Covid-19 akan terus bertambah jika masyarakat tetap keukeuh melakukan kunjungan silaturahim saat Idulfitri.
Karena suasana lebaran Idulfitri tahun ini dianjurkan untuk dilakukan secara virtual, maka rasanya akan lebih baik jika menghadirkan kembali serba-serbi Idulfitri sebelum pandemi menyerang. Apa saja ? cekidot
Pawai obor
Hampir tiap desa di Morowali selalu melalukan pawai obor ketika malam takbiran. Anak kecil, remaja, bahkan orangtua ikut berjalan kaki mengelilingi kampung sambil menyuarakan takbir secara serentak. Biasanya, turut pula sound system dalam gerobak/mobil pick-up di mana seorang bertugas menyuarakan takbir menggunakan mic. Obor-obor yang dibawa umumya secara sukarela dipersiapkan oleh Karang Taruna masing-masing desa ataupun dari orangtua peserta yang ikut pawai.
Semacam menjadi tradisi, anak-anak langsung berbondong-bondong menuju masjid setelah salat magrib. Mereka memakai baju koko atau gamis sambil menenteng obor yang terbuat dari batang bambu dan di dalamnya telah diisi minyak tanah. Kemudian, panitia akan memandu para peserta pawai agar berbaris secara teratur dan berjalan beriringan dengan gema takbir berkumandang Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd !!!
Mojaha
Makanan khas masyarakat Bungku yang hukumnya fardhu ain dihidangkan pada saat lebaran adalah nasi jaha. Nasi jaha semacam ini juga ditemukan di beberapa daerah di Indonesia, namun dengan penyebutan yang berbeda-beda. Selain sebagai panganan yang disantap saat acara makan besar, nasi jaha juga acap kali menjadi hampers tradisional ala-ala. Cah ile aesthectic bet
Untuk membuat nasi jaha, bahan dasar utamanya adalah batang bambu, santan, daun pisang, dan beras ketan yang telah dicuci bersih sebelumnya. Di dalam batang bambu dengan panjang ± 1 meter dimasukkan daun pisang sebagai pengalas dan beras. Kemudian batang bambu tersebut dibakar pada bara api yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di halaman rumah masing-masing. Sambil menunggu nasi jaha masak, mereka akan bercengkrama ria dengan sesama anggota keluarga semalaman suntuk. Sungguh ikatan kekeluargaan akan terlihat di sini. Ahhh jadi rindu kampung !!!
Meriam bambu
Anak-anak di desa saya lebih memilih bermain meriam bambu dibandingkan petasan. Berbekalkan batang bambu yang sudah agak tua, mintak tanah, dan korek api, mereka akan menuju sungai atau tempat yang agak jauh dari keramaian. Batang bambu berukuran ± 2 meter pada bagian ujungnya dilubangi sebagai tempat memasukkan minyak tanah dan potongan kain sumbu. Kemudian dipancing beberapa kali dengan menggunakan ranting kayu yang sudah dibakar untuk mengeluarkan suara dentuman yang keras.
Mereka akan tertawa ria diselingi seruan agar menimbulkan suara dentuman yang lebih besar. Sesederhana itu cara mereka mendapatkan kebahagiaan di malam takbiran. Namun, perkembangan zaman yang semakin kompleks membuat tradisi ini perlahan mulai menghilang. Anak-anak yang telah beranjak remaja biasanya lebih memilih ikut pawai malam takbiran dengan menggunakan kendaraan.
Ndengu-ndengu
Selain meriam bambu, anak-anak juga sering kali ke ndengu-ndengu untuk menghabiskan malam takbiran. Ndengu-ndengu pada dasarnya adalah alarm sahur yang dimainkan dengan tujuan membangunkan masyarakat Bungku saat sahur. Alat tetabuhan seperti gong dan gendang mengalun indah di puncak ndengu-ndengu dengan ketinggian 15-20 meter dari tanah tanah.
Pawai Malam Takbiran
Kegiatan semacam ini diikuti hampir seluruh elemen masyarakat menggunakan iring-iringan kendaraan dengan berkeliling area ibukota Bungku. Biasanya, masyarakat yang berada di kecamatan lain akan meluangkan waktu ke Kota Bungku demi mengikuti pawai. Mobil-mobil dihiasi dengan ornamen khas lebaran, motor dengan knalpot bogar, kawula muda dengan semangat berapi-api, tenaga medis siap siaga di mobil ambulance, dan aparat keamanan menjadi peserta pawai. Mereka akan dilepas oleh pemerintah daerah Morowali di Lapangan Sangiangkinambuka, menuju Bundaran Bahomohoni, dan berakhir di pelabuhan kota Bungku. Di akhir tujuan, kembang api warna-warni menjadi atraksi penutup dari rangkaian pawai malam takbiran.
Itulah momen malam takbiran di Morowali yang akan terlewatkan tahun ini.
Mau bagaimana lagi, keputusan pemerintah tetap harus dipatuhi.
Saya, kamu, dan kita semua susah. Tidak ada seorang pun yang tidak disusahkan dengan adanya pandemi ini. Lalu, kita harus bagaimana ?
Tentu saja dengan menghindari kerumunan dan aktivitas sosial. Kesabaran dan solidaritas adalah dua hal yang paling kita inginkan saat ini agar pandemi ini segera berlalu.
Setiap malapetaka yang menimpa selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Hikmah dari ditiadakannya salat Id di lapangan tahun ini adalah tidak akan ada lagi orang-orang yang kesandung tali rafia pembatas salat. Eh ? haha
Selamat Hari Raya Idulfitri 1441 H untuk semua Sahabat Kamputo, Minal Aidin Walfaidzin, Mohon maaf lahir dan bathin teha
Discussion about this post