Dalam menjalani kehidupan dunia, manusia tidak terlepas dari alam dan lingkungan sekitarnya. Karena dari alam lah manusia mendapatkan sumber makanan, bahan sandang, dan bangunan yang dapat digunakan untuk membangun tempat tinggal. Kualitas dan kesejahteraan hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari kondisi alam dan lingkungan tempatnya hidup. Berbagai masalah alam dan lingkungan hidup yang terjadi akhir-akhir ini, merupakan dampak dari perubahan iklim global secara nyata telah mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Krisis lingkungan hidup akan menimbulkan kesengsaraan pada umat manusia, terlebih kaum perempuan. mengapa demikian?
Pada umumnya perempuan memiliki tugas dan peranan yang sangat penting dalam keluarga. Kata perjuangan secara substansial melekat pada diri seorang wanita. Ketika wanita mengandung, ia akan berusaha untuk menjaga kandungannya dari apapun, mulai dari menjaga makanan, ucapan, maupun perilaku agar kelak sang buah hati tidak mengalami imbasnya. Saat melahirkan perempuan rela menahan sakit bahkan mengorbankan hidupnya demi kehidupan sang buah hati.
Tak berhenti sampai disitu saja, Dalam keluarga perempuanlah yang bertanggung jawab mengolah dan menyajikan makanan, selain merawat keluarga dan anak-anak. terjadinya degradasi lingkungan seperti pencemaran air dan udara dapat mengganggu kaum perempuan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Perempuan memiliki peranan penting dalam menjaga kelestarian alam di lingkungan ini, menjaga dari pencemaran udara, air dan sebab lain yang membahayakan kehidupan kosmologi. Oleh karena itu, Ada hubungan yang sangat fundamental antara ekologis dan kaum perempuan.
Ekofeminisme
Sejatinya minggu ketiga di bulan April ini terdapat dua hari penting yakni hari Kartini dan Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 21 dan 22 April. Bertolak dari kedua hari besar tersebut, penulis ingin mengajak para pembaca untuk merekayasa nalar dan kesadaran tentang hikmah dari momen kedua hari tersebut. Mari mengingat kedua moment tersebut dalam satu wacana yakni menjadi ekofeminis, menjadi kartini di hari bumi. Sebenarnya apa ekofeminisme itu?
Dalam suatu kajian Filsafat yang dikenal dengan Ekosofi, filsafat tentang keselarasan atau ekuilibrium lingkungan, dikenalkan pertama kali tahun 1972 oleh Arne Ness, tokoh Deep Ecology. Ekofeminisme adalah salah satu ragam ekosofi yang menguji relasi antara dominasi atas kaum perempuan dan dominasi atas alam.
Ekofeminisme merupakan jembatan yang menghubungkan isu-isu lingkungan dan isu-isu perempuan. Menurut Sachiko Murata, ada relasi yang erat antara perempuan dan bumi, sehingga ia menyebut: “alam sebagai ibu dan istri serta rahim perempuan sebagai alam atau bumi.”
Vandana Shifa adalah cendekiawan, aktivis lingkungan, dan penulis anti-globalisasi India. ia mengatakan ada kesamaan-kesamaan antara dominasi patriarkhal atas perempuan dan alam. Dalam perkembangannya, Ekofeminisme dimuati oleh nilai-nilai spiritual dan teologis dari tradisi-tradisi besar agama dunia serta kearifan budaya lokal yang ada dalam peradaban manusia.
Selanjutnya Aleta Baun, adalah salah satu perempuan pejuang lingkungan di Timur Indonesia, beliau bersama ratusan warga Mollo lainnya khususnya perempuan berjuang selama 13 tahun (1999-2012) menutup tambang marmer dan berikrar untuk tidak lagi membiarkan pembangunan dan ekonomi yang merusak alam dan Hingga saat ini masih berjuang memulihkan alam.
Bagi masyarakat Mollo, bumi juga merupakan sumber pengetahuan, ketika bumi rusak, ada pengetahuan yang hilang. Dikutip dari laman CNN Indonesia Beliau megatakan:
“Ketika berjuang saya tahu harus tinggalkan keluarga. Membagi prioritas yang juga saya perjuangan untuk hak masyarakat. Bukan saya tak peduli dengan keluarga sendiri, tapi prinsip keberlanjutan hidup adalah kita dilahirkan untuk orang lain bukan untuk diri sendiri. Batu ini sudah tidak utuh, salah satu yang paling mudah memahami isu lingkungan, alam itu seperti tubuh manusia. Batu itu tulang, air itu darah, tanah itu daging dan hutan itu sebagai kulit, paru-paru dan rambut. Jadi merusak alam sama dengan merusak tubuh kita sendiri Perempuan bertanggung jawab menjaga identitas orang timur dan alam, karena mereka yang menenun. Sementara dengan laki-lakinya, kami berbagi peran saat berjuang. Mereka urus rumah, anak, bergantian. Kami juga bergotong royong di lahan orang lain agar dapat upah membiayai perjuangan”
Maka, penulis sendiri mendefinisikan ekofeminisme adalah menjadi manusia yang mempunyai kesadaran membela hak-hak perempuan sekaligus hak-hak alam. Mengapa perempuan harus dibela? Mengapa alam harus dijaga?
Sebagai salah satu tipe aliran pemikiran dan gerakan feminis, ekofeminisme sendiri memiliki karakteristik yang sama yaitu menentang adanya bentuk-bentuk penindasan terhadap perempuan yang disebabkan oleh sistem patriarki. Namun berbeda dengan aliran feminisme lainnya, ekofeminisme menawarkan konsep yang paling luas dan paling menuntut atas hubungan manusia dengan yang lain.
Bukan hanya hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga dengan dunia alam sekitar seperti binatang, bahkan juga tumbuhan. dalam hubungan tersebut, seringkali manusia menghancurkan sumber daya alam dengan mesin, mencemari lingkungan dengan gas beracun. Akibatnya, menurut ekofeminisme alam juga melakukan perlawanan, sehingga setiap hari manusia termiskinkan sejalan dengan penebangan pohon di hutan dan kepunahan binatang spesies demi spesies. Untuk menghindari dan mencegah itu semua, manusia harus memperkuat hubungan satu dengan yang lain dan hubungan dengan dunia bukan manusia. Jika tidak, pada akhirnya bumi akan mengambil hak-haknya kembali.
Di Indonesia, khususnya di Morowali, akhir-akhir ini bermunculan bencana-bencana alam yang mengganggu kesejahteraan dan keharmonisan lingkungan masyarakat, mulai dari banjir, maupun longsor, akibat dari ulah tangan-tangan manusia. Bisa dikatakan perhari ini situasi lingkungan alam krisis dan kita sedang tidak baik-baik saja. Maka dari itu, mari hindari kepentingan penimbunan kekayaan yang merusak ekosistem dan ekologi primer alam Morowali kita tercinta.
Hari kartini: pesan kesadaran kaum perempuan
Kartini, simbol kebangunan-kesadaran emansipatori perempuan Indonesia, tak luput dari wacana jender. Jender adalah pembagian peran lelaki dan perempuan berdasar konstruksi sosial budaya. Kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap wanita baik verbal maupun non-verbal marak terjadi di berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia. Perbedaan jender diberbagai daerah berdampak terhadap adanya perbedaan peran sosial lelaki dan perempuan di masyarakat tersebut, semisal: perempuan Jawa di dapur sebagai ibu rumah tangga (peran domestik) dengan berbagai idiom pendukung (dapur, sumur, kasur, masak). Gender beda dengan Seks, pembagian peran lelaki dan perempuan berdasar jenis kelamin. Seks merupakan kodrat biologis, dimana perempuan menjalankan fungsi reproduktif (mengandung, melahirkan, menyusui). Sederhananya begitu. Apa masalahnya?
BUMI: Manusia Harus Memakmurkan Bumi
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi ini sebagai khalifah. Manusia diwajibkan berhubungan baik dengan seluruh makhluk yang ada di bumi. Allah SWT dalam firman-Nya juga telah menjelaskan bahwa manusia harus memakmurkan bumi. Dalam menjaga lingkungan hidup Nabi SAW juga telah mengingatkan umatnya agar selalu menjaga keseimbangan alam, dengan tidak mengotori atau membuat alam ini rusak. Telah terdapat banyak hadis yang menunjukkan larangan kepada manusia agar tidak membabi buta dalam memangkas tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan, dan membakar ladang. Nabi mengisyaratkan agar setiap umat Islam untuk menjaga keseimbangan alam ini.
dalam surah Ar-Rum ayat 41 Allah SWT juga telah menjelaskan bahwa kerusakan di muka bumi ini, baik di daratan maupun di lautan itu terjadi karena ulah tangan manusia. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum [30]: 41)
“Mereka menanamnya atau menatanya, maka hasilnya adalah dikembalikan kepada mereka untuk hidup memanfaatkan alam itu,”
Ekofeminis: Pesan Kartini Untuk Kaum Perempuan
Wasiat Kartini adalah wasiat untuk pewaris negeri untuk turut berjuang dengan kesadarannya membela hak-hak kemanusiaan sekaligus hak kemakhlukan, yakni menjaga alam agar tidak rusak. Wasiat Kartini tidak sekadar menonjolkan kedirian perempuan melalui kontes kecantikan, produk industri ramah perempuan, memaksakan kuota perempuan, dan sebagainya. Melainkan juga mengangkat spirit feminitas manusia (rasa asih, asah, asuh pada lelaki pun perempuan) untuk turut menjaga kelestarian alam.
Ahli waris ‘Spirit Kartini’ adalah kita, perempuan-lelaki Indonesia dengan amanat agar menjaga harkat dan kehormatan perempuan serta menjaga kelestarian alam. Sungguh, menjaga harkat perempuan adalah menjaga kehormatan ibu kita, menjaga kehidupan sesama. Mengutip kata Sachiko Murata, menjaga kelestarian alam dan bumi adalah menjaga harkat kemanusiaan (kaum) ibu dan isteri kita
Potensi maskulinitas dan feminitas yang ada pada manusia perlu dikembangkan secara integral dalam mengabdi kepada Tuhan dan mengelola alam, agar muncul relasi harmoni tiga dimensi (Tuhan-alam-manusia) yang organis.
Masalahnya, Sejauh ini hal apa yang sudah kita perbuat untuk bumi kita? siapkah kita menjadi ekofeminis? Apakah kita sekadar feminis yang antroposentris ataupun konservasionis yang biofasis? Atau malah kita belum menjadi apa-apa? Jawabnya ada di nurani kita masing-masing. baiknya kita baca Quotes Eric Weiner dibawah ini :
Bila pohon terakhir telah ditebang,
tetes air terakhir telah tercemar
dan ikan terakhir telah ditangkap
barulah manusia sadar,
bahwa uang tidak bisa dimakan
Betapa perilaku konsumtif yang berlebihan sangat berkaitan erat dengan merusak keseimbangan bumi!
SELAMAT HARI KARTINI 21 APRIL 2020
SELAMAT HARI BUMI 22 APRIL 2020
Discussion about this post