Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) baru saja merilis sejumlah faktor penyebab kemunduran demokrasi di Indonesia sepanjang tahun 2020. Terlepas dari dampak situasi pandemi atau “pembatasan sosial”, menyempitnya kebebasan berekspresi di ruang publik diperparah oleh pemberangusan oposisi di tubuh pemerintahan.
Konsolidasi oligarki atau elit yang diiringi dengan pemberangusan oposisi disebut memperparah krisis demokrasi. Sejumlah partai politik yang menjadi oposisi pemerintah sebelumnya, diajak masuk ke dalam kabinet. Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto mengatakan krisis demokrasi seperti ini masih akan terus terjadi di tahun-tahun mendatang jika peran oposisi tak hadir mengambil peran mengawal jalannya pemerintahan.
“Saya khawatir kondisi lebih buruk lagi di tahun depan karena tidak ada lagi oposisi, karena kita tidak melihat adanya upaya yang serius untuk mengoreksi kejadian ini,” kata Wijayanto dalam Diskusi Webinar mengenai “Evaluasi Akhir Tahun Isu HAM Era Jokowi dan Kekerasan Negara”, Rabu (9/12).
Kelompok masyarakat sipil yang akhirnya mengambil peran oposisi seperti mahasiswa dan organisasi masyarakat lainnya juga tak bisa berbuat banyak. Mereka rawan mendapatkan intimidasi baik secara hukum maupun secara langsung.
Politik Dinasti/Kerabat di Pilkada Serentak 2020
Sebanyak 270 daerah menggelar pemilihan kepala daerah pada Rabu, 9 Desember 2020. Majalah Tempo edisi 7-13 Desember 2020 mencatat sebagian di antara para calon yang menjadi peserta di Pilkada Serentak tahun ini memiliki hubungan kekerabatan dengan para pejabat di tingkat pusat ataupun daerah.
Majalah mingguan itu juga mencatat bahwa di sejumlah wilayah, politik kekerabatan terbukti lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, diantarnya: (1) Pembajakan demokrasi, kader unggulan daerah sulit mendapat kesempatan, (2) pejabat di tingkat pusat ikut memuluskan kerabatnya mendapatkan dukungan partai, (3) rawannya politisasi birokrasi yaitu saat pejabat mengerahkan birokrat untuk memenangkan kerabatnya, dan (4) Tata kelola pemerintahan yang cenderung buruk karena terjebak moral balas budi serta potensi korupsi yang rawan terjadi.
Lanskap Politik di Kabupaten Morowali
Peran oposisi di tingkat pemerintah daerah memang kebanyakan tak terlalu diributkan seperti di tingkat pusat. Namun tidak berarti peran mengawal jalannya pemerintahan tak berlaku di tingkat daerah. Beberapa kebijakan yang menyangkut hajat hidup masyarakat di tingkat daerah pun diputuskan di meja paripurna legislatif bersama pemerintah di daerah.
Tahun 2019 merupakan jurang awal kejatuhan oposisi di tubuh pemerintahan Indonesia. Terpilihnya Presiden Joko Widodo periode kedua disusul kemenangan partai pengusungnya PDIP di Pemilu menjadi dorongan kuat bagi kelompok oligarki mengubah peta politik di tingkat pusat.
Selain menguasai kursi mayoritas di Parlemen, PDIP juga berhasil mengintervensi perubahan atau revisi untuk ketiga kalinya Undang-Undang MD3 (Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) sehingga Partai pemenang Pemilu berhak menduduki kursi pimpinan di DPR/MPR atau DPRD.
Hal tersebut tentu saja memberikan dampak besar terhadap lanskap politik di daerah seperti di Morowali. Saat UU MD3 belum mengalami perubahan, pada periode pemerintah daerah di tahun-tahun sebelumnya, prinsip keberimbangan setidaknya masih terjadi. Kursi pimpinan DPRD ditentukan oleh internal DPRD, dalam hal ini setiap legislator berhak memilih dan dipilih untuk memperebutkan kursi pimpinan DPRD.
Pada 2014, Anwar Hafid terpilih menjadi Bupati Morowali untuk periodenya yang kedua. Kala itu, partai pengusung Anwar Hafid yakni Partai Demokrat juga keluar sebagai pemenang Pemilu. Partai Demokrat kala itu mendapat jatah 5 kursi dari total 30 kursi di DPRD Morowali.
Hasil perembukan internal DPRD, nama Taslim kemudian keluar sebagai ketua DPRD Morowali, ia ditunjuk berdasarkan suara mayoritas anggota legislatif mewakili Partai Nasdem. Sejak itu, Partai Demokrat dan Partai Nasdem pun menjadi dua partai pesaing yang masing-masing menguasai eksekutif dan legislatif di Morowali. Peran oposisi pun bisa berjalan.
Lima tahun kemudian, memasuki tahun 2019 atau bertepatan dengan revisi UU MD3, Langkah Taslim, yang setahun sebelumnya terpilih menjadi Bupati Morowali periode 2018-2023, semakin mulus dengan naiknya Partai Nasdem sebagai partai pemenang pemilu di Morowali. Partai pimpinan Surya Paloh inipun berhak menduduki kursi mayoritas di legislatif yaitu 5 dari 25 kursi.
Adapun Partai Demokrat bersama tiga partai lainnya yaitu Parta Gerindra, Partai Golkar, dan Partai Hanura, masing-masing memperoleh jatah 3 kursi. Secara otomatis pula, Partai Nasdem berhak menduduki pucuk pimpinan DPRD Morowali yang kemudian diduduki oleh Kuswandi. Partai Nasdem pun memegang kendali penuh jalannya pemerintahan di Morowali baik di eksekutif maupun legislatif.
Morowali dalam Cengkraman Oligarki Tambang
Dalam lima tahun terakhir, Morowali merupakan daerah yang diserbu investasi dari berbagai penjuru. Melalui Peraturan Presiden no.3 tahun 2016, Morowali masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai Kawasan Industri Prioritas atau Kawasan Ekonomi Khusus. Sejak saat itu, Morowali menjadi primadona bagi investor baik yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri.
Dalam perjalanannya, lingkaran oligarki di Morowali terbagi menjadi dua kubu, yaitu kubu politik pemerintahan dan kubu investor yang berada di bawah payung PT IMIP. Di lapangan, pemerintah daerah kabupaten memang terlihat tak begitu berdaya di hadapan perusahaan raksasa yang masuk ke dalam PSN itu.
Terlebih lagi, perizinan usaha perusahaan memang tidak dilakukan di pemerintah tingkat kabupaten melainkan di tingkat provinsi ataupun pusat, hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Minerba No.4 tahun 2009, dan UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana pemerintah daerah tingkat kabupaten hanya dilibatkan dalam memberikan surat rekomendasi sebagai salahsatu syarat penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di tingkat provinsi maupun pusat.
Pada beberapa konflik yang terjadi antara perusahaan dan warga, pemerintah daerah cenderung tak mampu mengambil sikap tegas di hadapan perusahaan. Pada akhir Agustus 2020, Warga Desa Tudua beramai-ramai menolak kehadiran perusahaan PT GIU yang kala itu telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi tambang di Desa Tudua dan Desa Puungkoilu.
Wakil Bupati Najamuddin turun langsung ke lapangan untuk menenangkan warga dengan janji akan ikut menolak izin perusahaan batu gamping tersebut. Saat audiensi di kantor Bupati beberapa hari kemudian, Bupati Taslim sekedar menjajikan warga bahwa dirinya akan membicarakan lebih lanjut ke tingkat provinsi. Hingga hari ini, gerilya perizinan tambang tersebut masih terus menghantui warga.
Di tempat lain, laporan pencemaran udara akibat debu batu bara hasil bongkar muat jeti milik PT IMIP di Fatufia tak kunjung mendapat respon dari Pemerintah daerah. Pencemaran udara yang sudah terjadi dalam dua hingga tiga tahun terakhir itu sudah pernah dilaporkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Fatufia pada September 2019, namun jawaban dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Morowali tak memberikan solusi yang berarti.
“Mereka (DLH) bilang, nanti ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi, tapi sampai sekarang belum ada kabarnya,” kata salahsatu anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Fatufia Muhyar.
Hasil Pilgub Sulawesi Tengah dan Nasib Warga Morowali
Meski belum ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pasangan Calon Gubernur usungan Partai Nasdem Rusdy Mastura – Ma’mun Amin dinyatakan menang telak berdasarkan hasil perhitungan cepat (Quick Count). Beberapa jam setelah pencoblosan, didampingi Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad M Ali, Rusdy Mastura menyampaikan pidato kemenangannya di depan kantor Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Partai NasDem Sulawesi Tengah, Kota Palu.
Geliat kekuasaan Partai yang mengusung misi restorasi ini nampaknya akan semakin kokoh bukan saja di Morowali tetapi juga di tingkat provinsi Sulawesi Tengah. Perlu diketahui juga, Ketua Tim Koalisi Pemenangan Paslon Rusdy-Ma’mun adalah Nilam Sari Lawira yang juga merupakan Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem.
Hasil Pilgub ini akan menentukan bagiamana peta politik di Sulawesi Tengah secara luas dan di Morowali secara khusus. Jika KPU telah resmi menetapkan pasangan Rusdy-Ma’mun sebagai pemenang Pilgub, tentu Peran oposisi di Sulawesi Tengah khususnya di Morowali nampaknya akan semakin senyap.
Sebagai daerah Kawasan Ekonomi Khusus nasional, Morowali adalah daerah primadona yang diperebutkan oleh banyak kepentingan. Besaran investasi yang masuk ke Morowali bukanlah jumlah yang main-main. Rencana pembangunan pabrik batterai lithium saja, diperkirakan akan menampung investasi senilai Rp 51 triliun atau sepuluh kali lipat dari nilai total APBD Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2020. Kemenangan Rusdy-Ma’mun tentu membuat peta konflik kepentingan di atas meja oligarki di Morowali akan berlangsung semakin sengit.
Namun, jauh dari situ, pada tingkatan paling bawah, akankah kepentingan warga Morowali ikut diletakkan di atas meja para elit tersebut? Geliat pertambangan yang kian mengancam lingkungan hidup, persoalan buruh yang kian rumit, akan sangat bergantung pada penyelenggara pemerintahan, mulai dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten. Peluang deal–dealan antara pemerintah dan pihak perusahaan tentu terbuka lebar.
Idealnya, sistem demokrasi memerlukan peran oposisi yang kuat, sehingga terwujud keseimbangan atau dalam bahasa kerennya check and balances yang melindungi kepentingan rakyat itu sendiri. Jika tak ada yang mengambil peran tersebut, kontrol tunggal partai penguasa dari tingkat provinsi hingga kabupaten tentu tak bisa dihindarkan. Sementara nasib warga lingkar tambang di Morowali selamanya berada di tangan pemerintah.
Peran oposisi sebagai penyeimbang roda pemerintahan kelihatannya akan semakin senyap. Pertanyaan yang kemudian masih kita tunggu jawabannya adalah:
Akankah kebijakan-kebijakan yang menyangkut lingkungan, persoalan buruh, dan lain sebagainya masih akan berpihak pada Warga Morowali yang tak punya kapital apa-apa?
Kita tunggu saja…
Discussion about this post