Sudah sepekan berlalu, tetapi peristiwa traumatik saat bencana kebakaran terjadi masih membayangi para korban pasar lama Keurea. Peristiwa tersebut terjadi seusai masyarakat berbuka puasa, sekitar pukul 18.30 WITA. Masyarakat yang seyogyanya menuju masjid untuk melaksanakan ibadah tarwih malah harus berjibaku dengan kobaran api yang membumihanguskan aset mereka.
Kebakaran tersebut boleh saja tidak merenggut korban jiwa, namun kerugian materil ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah. Bagaimana tidak, sejumlah bangunan seperti indekos, bengkel, gudang tabung oksigen, rumah, lapak penjual HP, toko aksesoris, kios, dan 7 unit sepeda motor ludes terbakar pada peristiwa tersebut.
Dari footage video yang beredar di media sosial terlihat warga saling bahu-membahu untuk memadamkan api. Mereka berlarian membawa air yang mereka tampung seadanya sembari meminta pertolongan pada warga yang melintas. Sayang, kobaran api yang semakin membesar dan minimnya sumber air membuat mereka sulit untuk memadamkan api. Penyebab peristiwa kebakaran tersebut sampai sekarang masih simpang siur, ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah hubungan arus listrik tetapi sumber lain mengatakan bahwa kejadiannya terjadi karena ledakan tabung gas elpiji. Jadi yang mana betul? Entahlah, hasil penyelidikan dari aparat berwajib bahkan belum rilis sampai sekarang. Hm, mengcape!
Bencana kebakaran di Kecamatan Bahodopi sudah berulang kali terjadi. Selama kurun waktu lima bulan terakhir, sudah terjadi empat kali peristiwa kebakaran. Pertama, di penghujung Desember tahun lalu, kebakaran menimpa sebuah kios yang dengan cepat merembet ke toko-toko dan bangunan indekos di sekitarnya. Kebakaran tersebut terjadi sekitar pukul 07.00 WITA pagi saat sebagian besar penghuni rumah dan bangunan indekos sedang berada di luar untuk bekerja.
Menurut penuturan beberapa saksi, kebakaran diduga terjadi akibat ulah seorang anak yang menyalakan korek api saat orangtuanya sedang menuangkan BBM dari jerigen ke dalam botol. Akibat kebakaran tersebut, kerugian ditaksir mencapai 2.5 miliar rupiah. Para korban kemudian diungsikan ke teras masjid Bahodopi dan rumah-rumah tetangga sembari menunggu tempat tinggal sementara dipersiapkan oleh pemerintah setempat.
Tak lama berselang, pada Januari tahun ini, kebakaran kembali melanda Desa Keurea dan menghanguskan sejumlah toko dan bangunan indekos. Peristiwa kebakaran yang terjadi sekitar pukul 11.40 WITA tersebut baru bisa dipadamkan 15 menit kemudian setelah mobil Damkar PT IMIP tiba di lokasi. Sama seperti bencana kebakaran sebelumnya, kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah dan sebanyak 17 KK terpaksa harus diungsikan ke rumah-rumah tetangga.
Dalam salah satu wawancara, Camat Bahodopi, Tahir mengungkapkan agar Pemerintah Daerah Morowali dapat mengupayakan pengadaan UPT Pemadam Kebakaran (Damkar) dan beberapa hidran di lokasi padat pemukiman. Hal ini perlu direalisasikan sebab bencana kebakaran di wilayah Kecamatan Bahodopi sudah masuk dalam tahap mengkhawatirkan.
Tak dapat dimungkiri, penetapan Kabupaten Morowali sebagai Kawasan Strategis Nasional yang mana PT IMIP di Kecamatan Bahodopi sebagai objek vital nasional berdampak pada tingginya populasi masyarakat yang bermukim di areal lingkar tambang. Perpindahan masyarakat dari segala penjuru Indonesia untuk mencari suaka di Morowali membuat wilayah di Kecamatan Bahodopi berkembang menjadi pemukiman padat penduduk.
Jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali, peningkatan jumlah populasi di wilayah Kecamatan Bahodopi mencapai hampir 90% selama lima tahun terakhir. Hal ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal. Saking padatnya, jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya sangat dekat. Bahkan saking padatnya daerah ini, kondisi pemukimannya malah terlihat kumuh. Dan tentu saja, peningkatan populasi akan berpengaruh pada aktivitas pemenuhan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat sehingga berdampak pada keseimbangan kota.
Sayang, peningkatan populasi tersebut tidak dibarengi dengan kepedulian akan pentingnya keamanan dan keselamatan dari ancaman bencana, salah satunya kebakaran. Umumnya, kebakaran yang menimpa wilayah Kecamatan Bahodopi secara berulang disebabkan oleh faktor kelalaian manusia.
Memang, penyebab kebakaran memiliki banyak faktor baik karena faktor alam (natural disaster) seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, kekeringan maupun kelalaian manusia (man-made disaster) seperti kebocoran gas, hubungan arus pendek listrik, puntung rokok, sabotase, dan rendahnya sistem pengaman konstruksi bangunan. Namun masyarakat setidaknya harus memiliki kemampuan mitigasi bencana untuk memiminalisir dampak yang ditimbulkan. Tindakan mitigasi ini penting dilakukan, bukan hanya karena bertujuan untuk menyelamatkan hidup manusia maupun harta benda, tetapi lebih dari itu, tindakan mitigasi dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.
Jika dijabarkan, penyebab kebakaran di Kecamatan Bahodopi umumnya disebabkan oleh 3 faktor di antaranya korsleting listrik, ledakan gas elpiji, dan BBM yang terbakar.
Korsleting Listrik
Korsleting atau hubungan arus pendek arus listrik adalah suatu kondisi di mana arus listrik melalui jalur yang lebih pendek. Kurangnya pengetahuan akan korsleting tidak bisa dianggap sepele sebab risiko yang ditimbulkan besar. Tak terhitung lagi kebakaran yang terjadi akibat hubungan arus pendek. Penyebabnya ada berbagai macam baik karena kesalahan instansi maupun kebiasaan-kebiasaan yang kurang memperhatikan aspek keselamatan di antaranya colokan listrik yang bertumpuk, colokan listrik yang kendur, kabel rusak atau terkelupas, sambungan kabel yang kurang rapi, kapasitas kabel yang tidak sesuai dengan besaran arus listrik, komponen listrik yang tidak sesuai standar, maupun sumber listrik yang terkena cairan.
Ledakan Gas Elpiji
Selain korsleting, ledakan gas elpiji juga menjadi penyebab kebakaran yang acap kali terjadi di masyarakat. Penyebabnya pun disebabkan oleh beberapa faktor seperti kebocoran gas yang diakibatkan oleh selang yang rusak, regulator tabung yang tidak terpasang kuat atau mengalami kerusakan, dan karet pengaman rusak. Faktor lainnya adalah penggunaan kompor yang tidak sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia), kelalaian manusia yang tetap menyalakan kompor saat tercium bau gas, tidak mematikan kompor saat gas habis, atau menempatkan kompor dan tabung di tempat tidak rata atau yang dekat dengan sumber api.
BBM Terbakar
Pada peristiwa kebakaran yang terjadi di Kecamatan Bahodopi Januari tahun ini, penyebabnya adalah BBM yang terbakar akibat terkena korek api seorang anak. Bahan cair seperti minyak tanah, aerosol, pengharum ruangan ataupun produk yang mengandung alkohol merupakan bahan yang mudah terbakar sehingga penyimpanannya harus diperhatikan, utamanya harus jauh dari jangkauan anak-anak dan jangan sekali-kali mendekatkannya pada sumber api.
Masyarakat harus paham bahwa proses membesarnya api dipengaruhi oleh bahan bakar atau bahan yang mudah terbakar (combustible). Jika melihat material bangunan di wilayah kebakaran, sudah jelas mereka menggunakan material berbahan kayu yang mudah terbakar. Selain itu, kurangnya aksesibilitas dalam proses manuver mobil pemadam kebakaran kian mempercepat membesarnya api. Ketika bencana kebakaran terjadi, mobil pemadam kebakaran akan tiba di lokasi kebakaran saat api sudah merembet besar. Bagaimana tidak, gelombang karyawan perusahaan yang berangkat dan pulang bekerja menyebabkan arus lalu lintas selalu macet. Hal ini diperparah dengan kecilnya bahu jalan sehingga kendaraan prioritas seperti mobil ambulance dan damkar sulit untuk lewat. Kalau sudah begini, kerugian materil maupun non-materil juga akan semakin besar. Dan hal ini menjadi persoalan besar yang dialami oleh masyarakat Bahodopi saat ini.
Tak hanya itu, melihat pemangku kepentingan setempat yang kurang memberikan perhatiannya pada pengadaan fasilitas pemadam kebakaran, maka masyarakat mau tidak mau harus memiliki pengetahuan tentang mitigasi bencana agar dapat memperkecil risiko kerugian. Hal dasar yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan keamanan rumah terutama dari bahan-bahan yang mudah terbakar maupun memasang alat pendeteksi asap.
Atau masyarakat bisa melakukan pencegahan dini dengan rutin memeriksa perangkat listrik, tidak menggunakan perangkat listrik bercabang untuk meminimalisir konsleting listrik, mengetahui standar penggunaan gas elpiji, rutin memelihara kondisi gas dan kompor, dan menjauhkan bahan mudah terbakar dari jangkauan anak-anak. Dalam hal mitigasi, masyarakat bisa menyediakan alat pemadam api ringan, karung goni basah, pasir, atau mengaktifkan fungsi hidran dan sumber air secara berkala.
Mau bagaimana lagi, menunggu Pemda setempat bergerak bakalan lama. Dan menjadi penting untuk diingat bahwa pemerintah daerah kurang memperhatikan pihak-pihak yang dirugikan dari peristiwa kebakaran Bahodopi yang terus berulang. Padahal penanggulangan berupa mitigasi bencana serta pertanggungjawaban atas kebakaran perlu transparansi agar dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Bukankah itu menjadi tugas mereka?
Penulis: Yopi Sabara (Ketua Kerukunan Masyarakat Kecamatan Bahodopi)
Discussion about this post